Bulan
Sya’ban menempati kedudukan istimewa dalam agama Islam. Banyak
keutamaan-keutamaan yang Allah anugerahkan kepada hamba-Nya di bulan
ini. Allah juga membuka banyak pintu rahmat dan ampunan-Nya di bulan
kedelapan dalam kalender Hijriyah ini.
Sayyid Muhammad bin Alwi
bin Abbas Al-Maliki yang tidak asing di kalangan santri Indonesia bahkan
menulis secara khusus sebuah buku dengan 152 halaman tentang bulan
Sya’ban yang berjudul Ma Dza fi Sya‘ban?
Sayyid
Muhammad Alwi mengawali bukunya dengan ulasan asal-usul kata "Sya‘ban".
Sebelum masuk lebih rinci perihal keistimewaan bulan Sya‘ban, Sayyid
Muhammad Alwi mendokumentasikan sejumlah pandangan ulama terkait
penamaan bulan Sya‘ban seperti kami kutip berikut ini.
وسمي
شعبان لأنه يتشعب منه خير كثير، وقيل معناه شاع بان، وقيل مشتق من الشِعب
(بكسر الشين) وهو طريق في الجبل فهو طريق الخير، وقيل من الشَعب (بفتحها)
وهو الجبر فيجبر الله فيه كسر القلوب، وقيل غير ذلك.
Artinya,
“Bulan (kedelapan) hijriyah ini dinamai dengan sebutan ‘Sya‘ban’ karena
banyak cabang-cabang kebaikan pada bulan mulai ini. Sebagian ulama
mengatakan, ‘Sya‘ban’ berasal dari ‘Syâ‘a bân yang bermakna terpancarnya
keutamaan. Menurut ulama lainnya, ‘Sya‘ban’ berasal dari kata ‘As-syi‘bu’
(dengan kasrah pada huruf syin), sebuah jalan di gunung, yang tidak
lain adalah jalan kebaikan. Sementara sebagian ulama lagi mengatakan,
‘Sya‘ban’ berasal dari kata ‘As-sya‘bu’
(dengan fathah pada huruf syin), secara harfiah ‘menambal’ di mana
Allah menambal (menghibur atau mengobati) patah hati (hamba-Nya) di
bulan Sya’ban. Ada pula ulama yang memahami bulan ini dengan makna
selain yang disebutkan sebelumnya,” (Lihat Sayyid Muhammad bin Alwi bin
Abbas Al-Maliki, Ma Dza fi Sya‘ban, cetakan pertama, tahun 1424 H, halaman 5).
Tampaknya
nama bulan Sya‘ban yang mulia ini sejalan dengan sejumlah keistimewaan
yang ada di dalamnya. Allah menerima dan melipatgandakan amal baik
hamba-Nya di bulan Sya‘ban ini. Karenanya kita dianjurkan untuk
istighfar, shalawat, tadarus Al-Quran, mengajukan permohonan, meminta
kesembuhan, dan shalat guna memohon sesuatu kepada Allah SWT.
Karenanya
tidak heran kalau ada juga ulama yang menyebut Sya‘ban sebagai “Bulan
Shalawat untuk Rasulullah SAW” dan “Bulan Al-Quran.” Wallahu a ‘lam. (Alhafiz K)
Foto: Ilustrasi
Bulan
Sya’ban menempati kedudukan istimewa dalam agama Islam. Banyak
keutamaan-keutamaan yang Allah anugerahkan kepada hamba-Nya di bulan
ini. Allah juga membuka banyak pintu rahmat dan ampunan-Nya di bulan
kedelapan dalam kalender Hijriyah ini.
Sayyid Muhammad bin Alwi
bin Abbas Al-Maliki yang tidak asing di kalangan santri Indonesia bahkan
menulis secara khusus sebuah buku dengan 152 halaman tentang bulan
Sya’ban yang berjudul Ma Dza fi Sya‘ban?
Sayyid
Muhammad Alwi mengawali bukunya dengan ulasan asal-usul kata "Sya‘ban".
Sebelum masuk lebih rinci perihal keistimewaan bulan Sya‘ban, Sayyid
Muhammad Alwi mendokumentasikan sejumlah pandangan ulama terkait
penamaan bulan Sya‘ban seperti kami kutip berikut ini.
وسمي
شعبان لأنه يتشعب منه خير كثير، وقيل معناه شاع بان، وقيل مشتق من الشِعب
(بكسر الشين) وهو طريق في الجبل فهو طريق الخير، وقيل من الشَعب (بفتحها)
وهو الجبر فيجبر الله فيه كسر القلوب، وقيل غير ذلك.
Artinya, “Bulan (kedelapan) hijriyah ini dinamai dengan sebutan ‘Sya‘bban’ karena banyak cabang-cabang kebaikan pada bulan mulai ini. Sebagian
ulama mengatakan, ‘Sya‘ban’ berasal dari ‘Syâ‘a bân yang bermakna
terpancarnya keutamaan. Menurut ulama lainnya, ‘Sya‘ban’ berasal dari
kata ‘As-syi‘bu’ (dengan kasrah
pada huruf syin), sebuah jalan di gunung, yang tidak lain adalah jalan
kebaikan. Sementara sebagian ulama lagi mengatakan, ‘Sya‘ban’ berasal
dari kata ‘As-sya‘bu’ (dengan
fathah pada huruf syin), secara harfiah ‘menambal’ di mana Allah
menambal (menghibur atau mengobati) patah hati (hamba-Nya) di bulan
Sya’ban. Ada pula ulama yang memahami bulan ini dengan makna selain yang
disebutkan sebelumnya,” (Lihat Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas
Al-Maliki, Ma Dza fi Sya‘ban, cetakan pertama, tahun 1424 H, halaman 5).
Tampaknya
nama bulan Sya‘ban yang mulia ini sejalan dengan sejumlah keistimewaan
yang ada di dalamnya. Allah menerima dan melipatgandakan amal baik
hamba-Nya di bulan Sya‘ban ini. Karenanya kita dianjurkan untuk
istighfar, shalawat, tadarus Al-Quran, mengajukan permohonan, meminta
kesembuhan, dan shalat guna memohon sesuatu kepada Allah SWT.
Setiap bulan yang ada dalam kalender hijriyah memiliki keistimewaan
masing-masing. Pada Ramadhan misalnya, bulan ini begitu spesial karena
ada kewajiban berpuasa. Atau, pada bulan Dzulhijjah, dimana sebagian
Umat Islam yang mampu menunaikan ibadah haji.
Namun banyak yang tidak familiar dengan bulan Sya’ban. Padahal, bulan
ini menjadi salah satu bulan yang diagungkan dalam Islam. Ada begitu
banyak keistimewaan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Sayang, pada
bulan ini manusia kebanyakan lalai.
Akan tetapi, tetap ada kesempatan untuk memperbaiki hal itu. Karena
kabar baiknya, saat ini kita tengah menjalani bulan Sya’ban. Ini menjadi
waktu yang tepat untuk meraih keistimewaan tersebut. Lalu, apa saja
keistimewaannya? Berikut ulasannya.
1. Bulan yang Dikasihi Rasulullah
Keistimewaan pertama dari bulan Sya’ban adalah karena bulan ini begitu
dikasihi Rasulullah SAW. Bahkan, Rasul bersabda jika Bulan Sya’ban
adalah bulannya. Ketika manusia yang mendapat pengetahuan langsung dari
Allah ini begitu menganggap penting bulan ini, tentu sudah seharusnya
kita juga menganggap hal yang sama.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Umamah, Baginda SAW bersabda:
“Sucikan diri kamu dalam Syaaban dan perbaiki niat kamu untuknya.
Sesungguhnya kelebihan Syaaban daripada bulan lain seperti kelebihanku
daripada kamu.”
Hendaklah kita meluruskan niat ketika menyambut atau menjalani bulan
ini. Rasulullah SAW mengajarkan jika pada bulan ini dirinya melakukan
lebih banyak kebaikan.
2. Amal Baik Menjadi Lebih Istimewa
Bulan Sya’ban dikenal juga sebagai bulannya lalai. Bulan ini berada
diantara bulan Rajab dan Rramadhan. Manusia sudah terhanyut dengan
keistimewaan bulan Rajab yang merupakan salah satu bulan haram, saat
memasuki Sya’ban manusia mulai lalai karena mempersiapkan diri untuk
menyambun bulan Ramadhan.
Itulah mengapa Rasulullah memperbanyak amalan pada bulan ini. Karena
jika sesuatu banyak dilalaikan, namun kita mengingatnya, maka sebenarnya
ada banyak kebaikan yang akan diberikan Allah. Layaknya anjuran
berdzikir di pasar, maka ketika dzikir itu dilaksanakan maka menjadi
amalan yang istimewa.
Abu Sholeh mengatakan, “Sesungguhnya Allah tertawa melihat orang yang
masih sempat berdzikir di pasar. Kenapa demikian? Karena pasar adalah
tempatnya orang-orang lalai dari mengingat Allah.”
Amalan yang banyak dilakukan Nabi pada bulan ini adalah berpuasa. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami
katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami
katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara
sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah
melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan
Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga mengatakan : “Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari
bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada
bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156).
3. Adanya Nisfu Sya’ban
Nisfu Sya’ban mempunyai arti pertengahan. Dalam sejarahnya pada malam
ini terjadi perintah pemindahan arah kiblat dari Baitul Malqis menuju
Masjidil Haram. Rasulullah SAW melakukan lebih banyak ibadah pada malam
ini. Hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah di
dalam Sunannya dengan sanad yang lemah,”Apabila malam nisfu sya’ban maka
shalatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya."
Sesungguhnya Allah swt turun hingga langit dunia pada saat tenggelam
matahari dan mengatakan,”Ketahuilah wahai orang yang memohon ampunan
maka Aku telah mengampuninya. Ketahuilah wahai orang yang meminta rezeki
Aku berikan rezeki, ketahuilah wahai orang yang sedang terkena musibah
maka Aku selamatkan, ketahuilah ini ketahuilah itu hingga terbit fajar.”
Syeikh ‘Athiyah Saqar menuturkan, meski hadist tersebut lemah, namun
bisa dipakai dalam hal keutamaan amal. Itu semua dilakukan dengan
sendiri-sendiri dan tidak dilakukan secara berjama’ah (bersama-sama).
Bulan Sya’ban layaknya bulan perjuangan, dimana kita seharusnya
membersihkan diri dari dosa-dosa dengan cara memperbanyak amal. Sehingga
saat memasuki Ramadhan, hati kita sudah bersih dari dosa yang pernah kita lakukan di masa lalu.
KELEBIHAN BERDOA DI BULAN SYA'BAN Tidak
terasa perputaran waktu dalam tahun hijriah telah memasuki bulan ke
delapan. Salah satu bulan yang diagungkan dan mempunyai kelebihan
tersendiri dalam kalender Islam, yaitu bulan Sya’ban. Nabi Muhammad SAW
bersabda :
شعبان شهرى ورمضان شهر الله وشعبان المطهر ورمضان المكفر[1] (الديلمى عن عائشة)
“Sya’ban
adalah bulanku, Ramadhan adalah bulan Allah. Sya’ban adalah bulan yang
menyucikan dan Ramadhan adalah bulan penghapusan dosa” (HR. Imam al-Dailami)
Dinamakan
dengan Sya’ban dikarenakan dalam bulan itu terpancar bercabang-cabang
kebaikan yang banyak bagi bulan Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda :
عن أنس قال :قال رسول الله صلى الله عليه وسلم تدرون لم سمي شعبان شعبان لأنه يتشعب فيه لرمضان خير كثير[2]
“Tahukah
kalian mengapa bulan Sya’ban dinamakan dengan Sya’ban? Karena dalam
bulan Sya’ban bercabang-cabang kebaikan yang banyak bagi bulan Ramadhan”.
Dalam
pendapat lain, Ibnu Manzhur mengutip perkataan Tsa’lab yang mengatakan
bahwa sebagian ulama berpendapat bulan tersebut dinamakan dengan Sya’ban
karena ia sya’ab, artinya zhahir (menonjol) di antara dua bulan, yaitu bulan Rajab dan bulan Ramadhan.[3]
Telah menjadi suatu tradisi ketika memasuki bulan Sya’ban, masyarakat
muslim di Indonesia mempersiapkan diri dalam upaya peningkatan amal
ibadahnya, seolah-olah bulan Sya’ban menjadi fase pemanasan beribadah
untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Mulai dari rutinitas puasa
sunat semenjak awal Sya’ban hingga pelaksanaan shalat tasbih dan yasinan pada malam pertengahan bulan (nishfu Sya’ban).
Karena
itu, pemahaman kembali pada tradisi yang tidak terlepas dari anjuran
agama ini merupakan suatu keniscayaan. Dan, tentu saja menyikapinya pun
harus secara arif dan bijaksana.
PEMBAHASAN
Dalam
tulisan ini, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui menyangkut dengan
bulan Sya’ban dan rutinitas ibadah yang terdapat di dalamnya. Secara
singkat, kami mencoba untuk menguraikannya sebagai berikut :
BULAN SYA`BAN DAN KELEBIHANNYA
Bulan
Sya’ban mengandung nilai keagungan yang tinggi dalam sistem penanggalan
tahun Islam, baik dalam perputaran sejarah maupun esensi nilai ibadah
yang terkandung di dalamnya. Indikasinya bisa kita telisik sedikit dari
beberapa hal berikut ini :
Dalam bulan Sya’ban (bertepatan
hari Selasa pada 15 Sya’ban) Allah SWT memerintahkan perubahan kiblat
dari Bait al-Muqaddis ke Ka’bah Baitullah.[4]
Dalam bulan Sya’ban Allah SWT menurunkan ayat perintah bershalawat kepada Rasulullah SAW[5], yaitu :
“Sesungguhnya
Allah SWT dan malaikat-malaikat Nya bershalawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya”. (QS. al-Ahzab : 56)
Bulan Sya’ban adalah bulan dimana Nabi SAW paling banyak melakukan puasa. ‘Aisyah meriwayatkan :
كان
رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر ويفطر حتى نقول لا
يصوم وما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر قط إلا رمضان
وما رأيته في شهر أكثر منه صياما في شعبان[6]
“Adalah Rasulullah
SAW berpuasa sehingga kami mengatakan bahwa beliau tidak berbuka dan
beliau berbuka sehingga kami mengatakan bahwa beliau tidak berpuasa. Dan
tidak pernah sama sekali saya melihat Rasulullah SAW menyempurnakan
puasa sebulan kecuali Ramadhan dan tidak pernah saya melihat beliau
lebih banyak berpuasa dalam sebulan yang lebih banyak daripada bulan
Sya`ban”. (HR. Imam Muslim)
Bulan Sya’ban juga merupakan bulan diangkatnya amal manusia kepada Allah SWT. Nabi SAW bersabda :
عن
أسامة بن زيد قال : قلت يا رسول الله إني أراك تصوم في شهر ما لا أراك
تصوم في شهر، ما تصوم فيه؟ قال: أي شهر؟ قلت : شعبان قال: شعبان بين رجب
وشهر رمضان يغفل الناس عنه، ترفع فيه أعمال العباد، فأحب أن لا يرفع عملي
إلا وأنا صائم، قلت : أراك تصوم يوم الاثنين والخميس ولا تدعهما قال: إن
أعمال العباد ترفع فيهما فأحب أن لا يرفع عملي إلا وأنا صائم[7]
“Dari
Usamah bin Zaid, beliau berkata : Saya berkata : “Ya Rasulullah, saya
melihat engkau berpuasa dalam sebulan yang tidak saya lihat engkau
berpuasa seperti demikian dalam bulan yang lain”. Rasulullah SAW berkata
: “Bulan mana?” Saya berkata : “Bulan Sya`ban”. Rasul SAW menjawab :
“Bulan Sya`ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang banyak di
manusia lalai darinya. Dalam bulan Sya`ban di angkat amalan manusia,
maka aku cintai tidak di angkatkan amalanku kecuali sedangkan aku dalam
keadaan berpuasa”. Saya berkata: “Saya melihat engkau berpusa hari Senin
dan Kamis dan tidak engkau tinggalkan keduanya”. Rasul SAW menjawab :
“Sesungguhnya amalan hamba di angkat dalam kedua hari tersebut, maka aku
cintai tidak di angkatkan amalanku kecuali sedangkan aku dalam keadaan
berpuasa”. (HR. Imam al-Baihaqi)
Dalam hadits ini Rasulullah
SAW menerangkan bahwa banyak manusia yang lengah di bulan Sya’ban karena
sibuk dan merasa cukup dengan dua bulan mulia yang mengapit bulan
Sya’ban, yaitu bulan Rajab dan bulan Ramadhan. Melakukan ibadat pada
waktu orang lain lalai, memiliki kelebihan tersendiri sebagaimana di
terangkan oleh Imam Ibnu Hajar al-Haitami.[8]
KEUTAMAAN NISHFU SYA’BAN DAN AMALAN DI DALAMNYA.
Salah satu keistimewaan bulan Sya’ban adalah adanya malam nishfu Sya’ban yang merupakan malam termulia setelah malam Lailatul-Qadar.
Sebagian ulama mengatakan bahwa kemulian bulan Rajab terletak pada 10
awalnya, bulan Sya’ban terletak pada 10 yang kedua dan bulan Ramadhan
terletak pada 10 yang terakhir.[9]
Kelompok yang pertama sekali membesarkan malam nishfu Sya’ban dengan rutinitas ibadah yang lebih banyak dibandingkan dengan malam-malam sebelumnya adalah para tabi’in
dari negeri Syam seperti Imam Khalid bin Ma`dan, Imam Makhul, Imam
Luqman bin ‘Amir dan lainnya. Sebagian dari mereka menghidupkan malam nishfu
Sya’ban dengan berjamaah di mesjid dengan memakai pakaian yang bagus.
Ketika hal ini menyebar, para ulama berbeda pendapat dalam
menanggapinya. Sebagian ulama menerimanya seperti ulama negeri Bashrah
dan lainnya, sedangkan sebagian ulama Mekkah seperti Imam ‘Atha` dan
Imam Ibnu Abi Malikah serta fuqaha Madinah mengingkarinya. Imam
Ishaq Rahawaih berpendapat bahwa hal tersebut bukanlah bid’ah sedangkan
Imam Auza’i menganggap makruh menghidupkannya secara berjamaah tetapi
tidak makruh secara sendiri. [10]
Malam nishfu
sya’ban dapat dikategorikan sebagai salah satu malam yang baik untuk
beribadat dan berdoa dikarenakan keumuman dalil dimana setiap malam ada
satu saat yang mustajabah doa.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Jabir, beliau berkata : “Saya mendengar
Rasulullah SAW berkata bahwa dalam setiap malam terdapat satu waktu yang
tidak ada hamba muslim berbetulan dengan nya dimana ia meminta kebaikan
kepada Allah SWT melainkan Allah SWT mengabulkan permintaannya, dan hal
tersebut pada setiap malam”. (HR. Imam Muslim)
Selain itu, banyak juga dalil-dalil khusus yang menunjuki kelebihan malam nishfu Sya’ban walaupun sebagian hadits tersebut dha’if, namun sebagiannya juga dianggap shahih oleh Imam Ibnu Hibban[12] dan sebagian lainnya dikuatkan dengan adanya periwayatan pada thariq-thariq yang lain yang berfungsi sebagai muttabi’ dan syawahid sehingga beberapa hadits tersebut naik derajatnya menjadi hasan. Lagipula, hadits dha’if boleh diamalkan untuk fadhail-a’mal dengan catatan tidak terlalu dha’if. Bahkan Imam al-Ramli mengatakan bahwa Imam al-Nawawi dalam beberapa karangan beliau menceritakan tentang adanya ijma’ ulama tentang kebolehan beramal dengan hadits dha’if pada permasalahan fadhail-a’mal
(keutamaan beramal).[13] Selanjutnya, Imam Husain Muhammad ‘Ali Makhlul
al-‘Adawy mengatakan bahwa hadits-hadits tentang kelebihan malam nishfu Sya’ban serta kelebihan menghidupkan malam tersebut merupakan hadits yang boleh di amalkan pada fadhail-a’mal.[14]
Diantara dalil-dalil khusus tersebut antara lain :
Hadits riwayat Imam al-Thabrani dan Imam Ibnu Hibban :
يطلع الله إلى جميع خلقه ليلة النصف من شعبان ويغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن[15](رواه الطبراني وابن حبان في صحيحه)
“Allah
SWT memandang sekalian makhluk-Nya pada malam nishfu Sya’ban dan Allah
SWT mengampuni sekalian makhluknya kecuali yang musyrik dan yang
memiliki dendam”.
Hadits riwayat Imam Ibnu Majah :
عن
علي عن النبي صلى الله عليه وسلم إذا كان ليلة نصف شعبان فقوموا ليلها
وصوموا نهارها فإن الله تعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى السماء الدنيا
فيقول: ألا مستغفر فأغفر له ألا مسترزق فأرزقه ألا مبتلي فأعافيه ألا كذا
ألا كذا حتى يطلع الفجر[16]
“Apabila tiba malam nishfu Sya’ban
maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya,
karena (rahmat) Allah SWT akan turun ke langit dunia pada saat tersebut
sejak terbenam matahari dan Allah SWT berfirman : “Adakah ada orang yang
meminta ampun, maka akan Aku ampunkan, adakah yang meminta rezeki, maka
akan Ku berikan rezeki untuknya, adakah orang yang terkena musibah maka
akan Aku lindungi, adakah sedemikian, adakah sedemikian, hingga terbit
fajar”.
Hadits riwayat ‘Aisyah:
عن
عائشة رضي الله عنها قالت فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو
بالبقيع رافعا رأسه إلى السماء فقال: أكنت تخافين أن يحيف الله عليك ورسوله
فقلت يا رسول الله ظننت أنك أتيت بعض نسائك فقال: إن الله تبارك وتعالى
ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم
كلب[17]
“Berkatalah ‘Aisyah :”Saya kehilangan Rasulullah SAW,
tiba-tiba beliau berada di Baqi’ sambil mengangkat kepala ke langit”.
Beliau berkata: “Apakah engkau takut engkau dizalimi oleh Allah dan
Rasul-Nya?” Saya menjawab: “Ya Rasulullah, saya menyangka engkau
mendatangi sebagian istri engkau”. Beliau berkata : “Sesungguhnya Allah
Yang Maha Suci dan Maha Tinggi turun pada malam nishfu Sya’ban ke langit
dunia, maka Allah SWT mengampunkannya lebih banyak dari bulu domba Bani
Kalab”. (HR. Imam Ahmad)
Hadits riwayat Imam al-Baihaqi :
هل
تدرين ما في هذه الليلة؟ قالت: ما فيها يا رسول الله؟ فقال: فيها أن يكتب
كل مولود من بني آدم في هذه السنة، وفيها أن يكتب كل هالك من بني آدم في
هذه السنة، وفيها ترفع أعمالهم، وفيها تنزل أرزاقهم…[18]
“Rasululah
berkata :”Adakah kamu ketahui kejadian pada malam ini?” ‘Aisyah
menjawab :”Apa yang terjadi pada malam ini, ya Rasulullah?” Beliau
menjawab :”Pada malam ini dituliskan semua anak yang akan lahir pada
tahun ini dari keturunan Adam, pada malam ini dituliskan semua orang
yang akan mati pada tahun ini, pada malam ini diangkat amalan manusia
dan pada malam ini diturunkan rezeki mereka…”.
Selanjutnya, para ulama juga berkomentar tentang kelebihan malam nishfu Sya’ban, diantaranya adalah :
Riwayat yang menceritakan bahwa ‘Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada pegawai beliau di Bashrah:
عليك بأربع ليال من السنة فإن الله يفرغ فيهن الرحمة إفراغا أول ليلة من رجب وليلة النصف من شعبان وليلة الفطر وليلة الأضحى[19]
“Lazimkanlah
empat malam dalam setahun karena sesungguhnya Allah memenuhi padanya
dengan rahmat Nya, yaitu awal malam dari Rajab, malam nishfu Sya’ban,
malam ‘idul-fithri, malam ‘idul-adha”.
Imam al-Syafi’i mengatakan:
بلغنا
أنه كان يقال إن الدعاء يستجاب في خمس ليال في ليلة الجمعة وليلة الأضحى
وليلة الفطر وأول ليلة من رجب وليلة النصف من شعبان[20]
“Telah sampai riwayat kepada kami bahwa dikatakan do`a dikabulkan pada lima malam, yaitu pada malam Jum`at, malam hari raya adha, malam hari raya fithri, awal malam bulan Rajab dan malam nishfu Sya`ban”.
Imam il-Taqi al-Subki mengatakan:
أن احياء ليلة النصف من شعبان يكفر ذنوب السنة وليلة جمعة تكفر ذنوب الأسبوع وليلة القدر تكفر ذنوب العمر[21]
“Menghidupkan
malam nishfu Sya’ban diampunkan dosa setahun, menghidupkan malam Jum’at
diampunkan dosa seminggu dan menghidupkan malam Qadar di ampunkan dosa
seumur hidup”.
Dan masih banyak lagi keterangan para ulama tentang kelebihan malam nishfu Sya’ban, bahkan Ibnu Taimiyah sekalipun mengakui kelebihan beramal dan berkumpul untuk beribadat pada malam nishfu Sya’ban walaupun terdapat beberapa hadits maudhu’ tentang hal tersebut.[22]
Nama-nama malam Nishfu Sya'ban
Dalam menunjuki kemuliaan malam nishfu Sya’ban, para ulama menyebutkan beberapa nama bagi malam tersebut sebagaimana perkataan sebagian ulama:
كثرة الاسماء تدل على شرف المسمى
“Banyak nama menunjuki kemulian zatnya”.
Imam Ahmad bin Isma’il bin Yusuf al-Thaliqani menyebutkan nama-nama malam nishfu Sya’ban hingga mencapai 22 nama, di antaranya :[23]
Lailatul-Barakah artinya malam keberkahan (bertambah).
Lailatul-Qasamah Wa Takdir, karena Allah SWT menunaikan satu urusan yang besar pada malam tersebut.
Lailatul-Takfir (malam penghapusan) karena malam tersebut menghapus dosa.
Lailatul-Ijabah (malam pengabulan doa) karena riwayat dari Ibnu ‘Umar bahwa malam tersebut do’a hamba tidak ditolak oleh Allah SWT.
Lailatul-Hayyat (malam
kehidupan) karena hadits riwayat Ishaq bahwa malaikat maut pada malam
tersebut tidak mencabut nyawa seseorang antara Maghrib dan ‘Isya karena
ia menerima buku amalan dari Allah SWT. Pendapat yang lain mengatakan
karena Allah SWT tidak akan mematikan hati orang-orang yang menghidupkan
malam tersebut.
Lailatul-‘Idil-Malaikat (malam hari
raya malaikat) karena malaikat juga memiliki dua malam hari raya seperti
umat Islam memiliki dua hari raya ;‘idul-fithri dan ‘idhul-adha. Kedua
hari raya malaikat tersebut adalah malam nishfu Sya’ban dan malam Qadar sebagaimana telah disebutkan oleh Imam ‘Abdullah Thahir bin Muhammad bin Ahmad Al-Haddad dalam kitabnya, ‘Uyun al-Majalis.
Lailatul-Syafa’ah (malam
syafaat) karena diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa ketika Rasul SAW shalat
pada malam tersebut, turunlah malaikat Jibril dan berkata pada
Rasulullah SAW: “Allah SWT telah membebaskan setengah dari ummat engkau dari api neraka”.
Lailatul-Bara-ah (malam kelepasan) karena pada malam tersebut Allah SWT menuliskan kelepasan orang mukmin dari api neraka.
Lailatul-Jaizah (malam ganjaran) karena Allah SWT memerintahkan kepada surga untuk berhias bagi orang beriman sebagai balasan amal mereka.
10. Lailatul-Nasakh (malan penulisan) karena ada riwayat dari ‘Atha’ bin Yasar yang mengatakan bahwa pada malam nishfu Sya’ban, malaikat maut menuliskan orang yang meninggal dari Sya’ban ini hingga Sya’ban tahun depan.
11. Lailatul-al-‘Itqi Min al-Nar (malam kemerdekaan dari api neraka) karena pada malam tersebut Allah SWT memerdekakan banyak hamba-Nya dari api neraka.
12. Lailatul-Rujhan (malam keunggulan).
13. Lailatu- Ta’zhim (malam keagungan).
14. Lailatul-Qadar (malam ketentuan).
15. Lailatul-Ghufran (malam pengampunan).
16. Lailatul-Rahmat (malam rahmat).
17. Lailatul-Shak (malam buku catatan).
18. Dan lain-lain.
Kemudian, dalam hal serangkaian ibadah yang dikerjakan pada malam nishfu Sya’ban, Imam Ibnu Rajab al-Hanbali meriwayatkan :
كان المسلمون إذا دخل شعبان انكبوا على المصاحف فقرؤها وأخرجوا زكاة أموالهم تقوية للضعيف والمسكين على صيام رمضان[24]
“Adalah
umat muslim bila memasuki bulan Sya’ban mereka menekuni mushaf
(al-Qur`an), mereka membacanya, mengeluarkan zakat harta mereka untuk
menguatkan orang-orang yang lemah dan miskin untuk berpuasa dalam bulan
Ramadhan”.
قال سلمة بن كهيل: كان يقال شهر شعبان شهر القراء وكان حبيب بن أبي ثابت إذا دخل شعبان قال: هذا شهر القراء[25]
“Salmah
bin Kuhail berkata :“Bulan Sya’ban disebutkan sebagai bulan qura`
(pembaca al-Qur`an) dan adalah Habib bin Abi Tsabit bila masuk bulan
Sya’ban beliau berkata :”Ini adalah bulan para pembaca al-Qur`an”.
كان عمرو بن قيس الملائي إذا دخل شعبان أغلق حانوته وتفرغ لقراءة القرآن[26]
“Adalah
Amr bin Qais al-Mula-i ketika masuk bulan Sya’ban, ia mengunci pintu
tokonya dan mencurahkan waktunya untuk membaca al-Qur`an”.
Imam al-Ramli pernah ditanyakan tentang puasa nishfu Sya`ban dan haditsnya :
(
سئل ) عن صوم منتصف شعبان كما رواه ابن ماجه عن النبي صلى الله عليه وسلم
أنه قال { إذا كانت ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها } هل
هو مستحب أو لا وهل الحديث صحيح أو لا وإن كان ضعيفا فمن ضعفه ؟( فأجاب )
بأنه يسن صوم نصف شعبان بل يسن صوم ثالث عشره ورابع عشره وخامس عشره
والحديث المذكور يحتج به[27]
“Ditanyakan tentang puasa nishfu
Sya`ban sebagaimana diriwayatkan dalam hadits riwayat Ibnu Majah dari
Nabi SAW beliau berkata :”Apabila datang malam nishfu Sya`ban maka
berdirilah pada malamnya dan berpuasalah pada harinya”. Apakah puasa
tersebut sunat atau tidak? Dan apakah hadits tersebut shahih atau tidak?
Dan jika dhaif, maka siapa yang mendhaifkannya?” Maka beliau
menjawab :”Disunatkan puasa pada nishfu Sya`ban bahkan disunatkan
berpuasa hari ke 13, 14, dan 15. Sedangkan hadits tersebut bisa
dijadikan hujjah”.
Imam al-Fasyani berkesimpulan :
والحاصل
أن إحياء ليلة النصف مستحب لما ورد فيه من الأحاديث ويكون ذلك بالصلاة
بغير تعيين عدد مخصوص وبقراءة القرآن فرادى وبذكر الله تعالى والدعاء
والتسبيح والصلاة على النبي صلّى الله عليه وسلّم جماعة وفرادى وبقراءة
الأحاديث وسماعه وعقد الدروس والمجالس للتفسير وشرح الأحاديث والكلام على
فضائل هذه الليلة وحضور تلك المجالس وسماعها وغير ذلك من العبادات[28]
“Dan
kesimpulannya bahwa menghidupkan malam nishfu Sya’ban disunatkan karena
adanya beberapa hadits. Menghidupkan malam nishfu Sya’ban dapat
dilakukan dengan shalat dengan tiada penentuan bilangan rakaat secara
khusus, membaca al-Qur`an secara sendiri, berzikir, berdoa, bertasbih,
bershalawat kepada Nabi secara sendiri dan berjamaah, pembacaan hadits,
mendengarkannya, mengadakan pengajaran dan majelis bagi tafsir dan
penjelasan hadits dan membicarakan kelebihan malam ini, menghadiri dan
mendengarkan majlis tersebut dan amalan ibadah yang lain”.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa malam nishfu
Sya’ban juga merupakan malam penuh rahmat, maka sudah sepatutnya kita
bertaubat dan menjauhi kemaksiatan dalam malam tersebut, terlebih lagi
ada beberapa riwayat yang menyebutkan pengecualian terhadap beberapa
pelaku kemaksiatan yang bertobat sehingga mendapatkan keampunan pada
malam tersebut.[29]
Beberapa amalan-amalan shalih yang dapat dilakukan pada malam nishfu Sya’ban sebagaimana di terangkan oleh para ulama-ulama, antara lain :
Shalat sunat tasbih.
Para ulama menyebutkan bahwa yang lebih utama pada malam nishfu Sya’ban adalah melaksanakan shalat tasbih yang diajarkan Nabi SAW kepada paman beliau Sayyidina ‘Abbas ra.[30]
Shalat sunat awwabin.
Imam al-Zabidy mengatakan bahwa para ulama khalaf mewarisi rutinitas ibadah pada malam nishfu
Sya’ban dari para ulama sebelumnya dengan melaksanakan shalat enam
rakaat setelah shalat Maghrib, setiap dua rakaat satu kali salam. Pada
tiap rakaat dibaca surat al-Fatihah dan al-Ikhlash sebanyak enam kali.
Tiap selesai dari dua rakaat dilanjutkan dengan membaca surat Yasin,
kemudian membaca doa nishfu Sya’ban yang masyhur. Pada
pembacaan surat Yasin kali pertama, diniatkan supaya Allah SWT
memberikan keberkahan umur. Pada kali kedua, meminta keberkahan rezeki,
dan pada kali ketiga berdoa agar diberikan husnul-khatimah.[31]
Amalan ini masyhur disebutkan dalam kitab-kitab ulama sufi muta-akhirin, walaupun beliau belum menemukan dalil yang shahih
dari hadits untuk amalan tersebut. Namun, amalan tersebut merupakan
amalan yang diamalkan oleh para guru-guru Imam al-Zabidi pada masa
itu.[32]
Imam Muhammad Zaki Ibrahim memberikan keterangan tentang shalat tersebut :
أمَّا
ما تعوده النَّاس من صلاة ست ركعات أحياناً بين المغرب والعشاء ، فقد وردت
عدة أحاديث ثابتة في سنية هذه الركعات الست ، فإذا توسل العبد إلى الله
بهن في رجاء جلب المنافع ودفع المضار ، فهو متوسل إليه تعالى بعمل صالح لا
اعتراض عليه ، كما أنها تكون في الوقت نفسه نوعاً من صلاة الحاجة المتفق
على صحتها بين جميع أهل القبلة ، وهي في الأصل تسمى صلاة الأوَّابين[33]
“Adapun
perbuatan yang biasa di lakukan manusia berupa shalat enam rakaat pada
beberapa waktu di antara Maghrib dan ‘Isya, maka sungguh terdapat
beberapa hadits tentang kesunnahan shalat enam rakaat ini. Maka apabila
hamba bertawasul kepada Allah SWT dengan shalat tersebut untuk
mengharapkan mendapat manfaat dan dijauhkan mudharat, maka tawasul ini
adalah tawasul kepada Allah SWT dengan amalan shalih yang tidak ada
pertentangan tentangnya. Sebagaimana halnya shalat tersebut merupakan
bagian dari shalat hajat dalam waktu tersendiri yang disepakati
keshahihannya oleh sekalian ulama. Pada dasarnya, shalat enam rakaat
tersebut dinamakan shalat Awwabin”.
Membaca surat Yasin sebanyak 3x setelah shalat Maghrib dan berdoa setelahnya.
Pada
bacaan kali pertama diniatkan supaya Allah SWT memberikan panjang umur
beserta diberikan taufik untuk taat. Pada bacaan kali kedua diniatkan
supaya dijauhkan dari segala bala dan diberikan rezeki halal yang
banyak. Dan pada bacaan kali ketiga diniatkan tidak tergantung hidupnya
kepada orang lain dan diberikan husnul-khatimah. Setiap kali selesai membaca surat Yasin dilanjutkan dengan membaca doa nishfu Sya’ban yang masyhur seperti tertera berikut ini[34] :
بسم الله الرحمن الرحيم وصَلَّى الله عَلىَ سَيِّدِنَا محمدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Imam al-Dairabi dalam kitabnya, al-Mujarrabat,
menyebutkan bahwa salah satu keistimewaan surat Yasin adalah
barangsiapa membaca surat Yasin sebanyak 3x dengan niat sebagaimana
tersebut sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan membaca doa nishfu
Sya’ban seperti yang telah tertera tersebut, akan tetapi sebelum
membaca doa tersebut, terlebih dahulu membaca doa berikut ini, dimana
kumpulan kedua doa ini dibaca sebanyak 10x, maka tercapailah
hajatnya[36] :
Imam Sayyid Hasan bin Quthb
‘Abdullah bin Ba’alawi al-Haddad menambahkan doa berikut ini setelah
pembacaan surat Yasin dengan niat seperti tersebut dan setelah doa nishfu Sya’ban yang masyhur yang telah disebutkan sebelumnya[38] :
Imam al-Wana’i menyebutkan bahwa salah satu doa yang baik untuk dibaca pada malam nishfu Sya’ban adalah doa yang disunatkan dibaca pada malam lailatul-qadar, karena malam nishfu Sya’ban merupakan malam yang utama setelah lailatul-qadar.[42] Doa tersebut adalah:
Setelah
Nabi Adam membaca doa ini, Allah SWT mengampunkan kesalahan Nabi Adam
dan Allah SWT berfirman bahwa siapa saja keturunan Nabi Adam yang
membaca doa ini, maka ia akan diampunkan dosanya dan dihilangkan
kesusahannya. [46]
Dalam kitab Safinat al-’Ulum, terdapat doa nishfu Sya’ban yang dibaca oleh Imam ‘Abdul Qadir al-Jailani[47], yaitu:
Sebagian
ulama menyebutkan, barangsiapa membaca zikir tersebut sebanyak
kandungan hurufnya yaitu 2375, niscaya ia akan aman dari marabahaya pada
tahun tersebut.[50]
Membaca surat al-Dukhan.
Imam
al-Saraji menyebutkan bahwa barangsiapa membaca awal surat al-Dukhan
hingga ayat ke-8 dari awal bulan Sya’ban hingga 15 Sya’ban sebanyak 30x,
kemudian ia berzikir dan bershalawat kepada Nabi SAW dan berdoa dengan
apa yang ia kehendaki, niscaya doanya akan dikabulkan dengan segera.[51]
Memperbanyak shalawat.[52]
PERMASALAHAN SEPUTAR AMALAN LAIN PADA NISHFU SYA’BAN
Amalan lainnya pada malam nishfu
Sya’ban adalah shalat sebanyak seratus rakaat, setiap dua rakaat satu
kali salam, dan setiap selesai surat al-Fatihah dibaca surat al-Ikhlash
11 kali. Ataupun melakukan shalat sebanyak 11 rakaat. Setiap selesai
membaca al-Fatihah, dibaca surat al-Ikhlash 100x. Shalat seperti ini
disebutkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya-u ‘Ulum al-Din.[53]
Pernyataan Imam al-Ghazali ini diikuti juga oleh Imam Ibnu Shalah pada
akhir fatwanya walaupun fatwa tersebut ditolak oleh Imam al-Subki.[54]
Sebagian besar ulama lainnya berpendapat bahwa shalat tersebut merupakan bid’ah mungkar dan hadits-haditsnya merupakan hadits maudhu’
sebagaimana diterangkan oleh Imam al-Nawawi[55] dan diikuti pula oleh
para ulama lain seperti Imam Ibnu Hajar al-Haitami[56], Imam il-Taqi
al-Subki [57], Imam al-Ramli[58] dan lainnya.
Dalam
menyikapi pertentangan antara para ulama besar ini, tidak ada salahnya
bila kita bersedia menyimak dan merenungkan perkataan Imam Sulaiman
al-Kurdy :
واختلف العلماء فيها،
فمنهم من قال لها طرق إذا اجتمعت وصل الحديث إلى حد يعلم به في فضائل
الأعمال. ومنهم من حكم على حديثها بالوضع ومنهم النووي وتبعه الشارح في
كتبه [59]
“Para ulama berbeda pendapat tentang shalat
tersebut, sebagian mereka berpendapat bahwa hadits tersebut memiliki
thariq yang bila dikumpulkan, mencapai derajat fadhail-a’mal. Sedangkan
sebagian yang lain menghukumi hadist tersebut sebagai hadits maudhu’.
Diantara yang berpendapat demikian adalah Imam al-Nawawi dan diikuti
oleh pensyarihnya dalam kitab-kitabnya”.
Selanjutnya, salah satu hal yang dilarang dalam bulan Sya’ban adalah berpuasa setelah nishfu Sya’ban (16 Sya’ban hingga seterusnya). Rasulullah SAW bersabda:
إذا انتصف شعبان فلا تصوموا[60]
“Apabila telah masuk pertengahan nishfu Sya’ban, maka jangan engkau berpuasa”. (HR. Imam Abu Daud)
Pengecualian
larangan berpuasa ini hanya berlaku apabila puasa tersebut disambung
dengan hari sebelumnya (15 Sya’ban), berpuasa karena adanya sebab yang
lain seperti qadha puasa ataupun bertepatan dengan kebiasaannya berpuasa pada hari-hari biasa.
KESIMPULAN
Beranjak dari uraian sebelumnya, dapatlah kita ketahui bahwa menghidupkan malam nishfu
Sya’ban dengan serangkaian ibadah yang telah disebutkan sebelumnya
-sebagaimana tradisi yang berkembang dalam masyarakat muslim di negeri
ini- adalah perilaku dari para ulama terdahulu yang tentu saja tidak
bertentangan sama sekali dengan anjuran Syari’at bahkan terdapat
keutamaan dan pahala yang besar di dalamnya.
PENUTUP
Keistimewaan dan kemuliaan malam nishfu
Sya’ban tidak boleh berlalu begitu saja. Karena itu, marilah kita
mempergunakan waktu sebaik-baiknya untuk melakukan ibadah sebanyak dan
sebaik mungkin, terlebih lagi malam nishfu Sya’ban hanya datang
setahun sekali, dimana boleh jadi kita tidak dapat bertemu dengannya
lagi di tahun depan sehingga umur kita tidak terlewati dengan sia-sia.
مَن عوّد نفسه فيه بالاجتهاد ، فاز في رمضان بحسن الاعتيادالسيد [محمد بن السيد علوي المالكي الحسني في رسالته شهر شعبان ماذا فيه ]
“Barangsiapa
membiasakan diri beribadah di bulan Sya’ban dengan bersungguh-sungguh,
maka ia akan memperoleh kemenangan dalam bulan Ramadhan dengan melakukan
kebiasaan-kebiasaan baik”. (Sayyid Muhammad bin Sayyid ‘Alwi al-Maliki al-Hasani dalam risalahnya, Fi Syahr Sya’ban Madza Fih).
Demikianlah uraian singkat ini. Semoga bermanfaat.
Samalanga, LPI MUDI Mesjid Raya, Aceh
KEPUSTAKAAN
al-Hindi, ‘Alauddin ‘Ali bin Hisam al-Din, Kanz al-‘Umal Fi Sunan al-Aqwal Wa al-Af’al, Juz. 12 cet. V (t.tp: Muassasah al-Risalah, 1981 M).
Ibnu Manzhur, Muhammad bin Mukrim, Lisan al-‘Arab, Juz. I, cet. I (Beirut: Dar Shadir).
al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur`an, Q.S al-Baqarah : 142, Juz. II (t.tp: tp, tt).
al-Naisaburi, Muslim bin al-Hujaj, al-Jami’ al-Shahih al-Musamma Shahih Muslim, Juz. III (Beirut: Dar al-Jail dan Dar al-Afaq al-Jadidat, tt).
al-Baihaqi, Abubakar Ahmad bin al-Husain, Sya’b al-Iman, Juz. III, cet. I (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1410 H).
al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Ittihaf Ahl al-Islam Bi Khushushiyat al-Shiyam, cet. I (Beirut: al-Muassasah al-Kutub, 1990 M).
al-Fasyani, Ahmad bin Hijazi, Tuhfat al-Ikhwan Fi Qiraat al-Mi`ad Fi Rajab Wa Sya’ban, cet. II (Mesir: al-Kastaliyah, 1297 H).
Ibnu Rajab, Ahmad bin Rajab, Lathaif al-Ma’arif Fi Ma Li al-Mawasim al-‘Am Min al-Wazhaif, cet. V (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1999 M).
al-Ramli, Ahmad bin Hamzah, Fatawa al-Ramli, Juz. IV (Beirut: Dar Fikr, 1983 M).
al-‘Adawi, Husain Muhammad ‘Ali Makhlul, al-Kalimat al-Hasan Fi Fadha-i al-Lailah Nishf Sya’ban, (t.tp: tp, tt).
al-Tamimi, Muhammad bin Hibban, Shahih Ibn Hibban Bi Tartib Ibn Balban, Juz. XII, cet. II (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993 M).
Ibnu Majah, Muhammad bin Yazid, Sunan Ibn Majah, Juz. I (Beirut: Dar al-Fikr, tt).
al-Hanbal, Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Juz ke-43, cet. II (t.tp: Muassasah al-Risalah. 1999 M).
al-Baihaqi, Abubakar Ahmad bin al-Husain, Fadha-i al-Auqat Li al-Baihaqi, cet. I (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1997 M).
al-Syafi’i, Muhammad bin Idris, al-Umm, Juz. I, cet. I (Beirut: Dar al-Fikr, 2009).
al-Zabidi, Muhammad bin Muhammad, Ittihaf al-Sadat al-Muttaqin Bi Syarh Ihya-i ‘Ulum al-Din, Juz. III, cet. III (Beirut: Dar al-Fikr, 2005).
Ibnu Taimiyah, Ahmad bin ‘Abd al-Halim, Iqtidha-u al-Sirath al-Mustaqim Li Mukhalafat Ashhab al-Jahim, Juz. II (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, tt).
al-Shawi, Ahmad al-Shawi al-Maliki, Hasyiah al-Shawy `Ala Tafsir Jalalain, Juz. IV (Beirut: Dar al-Fikr, tt).
al-Luban, Muhammad bin Muhammad, Baqat al-Raihan Fi Ma Yata’allaq Bi Lailat al-Nishf Min Sya’ban, (t.tp: tp, tt).
Muhammad Zaki Ibrahim, Lailat an-Nishf Min Sya’ban Fi Mizan al-Inshaf al-‘Ilmi Wa Samahah al-Islam, (t.tp: tp, tt).
Abdul Hamid bin Muhammad ‘Ali, Kanz al-Najah Wa al-Surur Fi al-Ad’iyyah Allati Tasyruh al-Shudur, (t.tp: t.p, tt).
al-Zarqani, Muhammad al-Zarqani bin ‘Abd al-Baqi, Syarh al-’Alamah al-Zarqani ‘Ala al-Mawahib al-Laduniyyah Bi al-Mihah al-Muhammadiyyah Li al-‘Alamah al-Qusthalani, Juz. IX (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1996 M).
al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Fatawa Kubra Fiqhiyyah, Juz. II (Beirut: Dar al-Fikr, 1983 M).
al-Nawawi, Yahya bin Syaraf, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, Juz. V (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 2008).
al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Tuhfat al-Muhtaj Bi Syarh al-Minhaj, Juz. II (Beirut: Dar al-Fikr, 2009).
al-Ramli, Ahmad bin Hamzah, Nihayat al-Muhtaj Ila Syarh al-Minhaj, juz. II, (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 2003).
Sulaiman al-Kurdy, Hawasyi al-Madaniyyah, Juz. I (t.tp: al-Haramain, tt).
Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy’ats, Sunan Abi Daud, Juz. I (Beirut: Dar al-Fikr, tt).
Sayyid Muhammad bin Sayyid ‘Alwi al-Maliki al-Hasani, Fi Syahr Sya’ban Madza Fih, (t.tp: tp, tt) t.hal.
[1]al-Hindi, ‘Alauddin ‘Ali bin Hisam al-Din, Kanz al-‘Umal Fi Sunan al-Aqwal Wa al-Af’al, Juz. 12 cet. V (t.tp: Muassasah al-Risalah, 1981 M) hal. 579.
[2]Ibid, Juz. 8, hal. 591.
[3]Ibnu Manzhur, Muhammad bin Mukrim, Lisan al-‘Arab, Juz. I, cet. I (Beirut: Dar Shadir) hal. 501.
[4]al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur`an, Q.S al-Baqarah : 142, Juz. II (t.tp: tp, tt), hal. 144.
[5]al-Zarqani, Ahmad bin Muhammad, Syarh al-Zarqani ‘Ala al-Mawahib al-Laduniyah Bi al-Minah al-Muhammadiyyah, Juz. IX, cet. I (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996 M) hal. 165.
[6]al-Naisaburi, Muslim bin al-Hujaj, al-Jami’ al-Shahih al-Musamma Shahih Muslim, Juz. III (Beirut: Dar al-Jail dan Dar al-Afaq al-Jadidat, tt) hal. 160.
[7]al-Baihaqi, Abubakar Ahmad bin al-Husain, Sya’b al-Iman, Juz. III, cet. I (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1410 H) hal. 377.
[8]al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Ittihaf Ahl al-Islam Bi Khushushiyat al-Shiyam, cet. I (Beirut: al-Muassasah al-Kutub, 1990 M) hal. 360-361.
[9]al-Fasyani, Ahmad bin Hijazi, Tuhfat al-Ikhwan Fi Qiraat al-Mi`ad Fi Rajab Wa Sya’ban, cet. II (Mesir: al-Kastaliyah, 1297 H) hal. 60.
[10]al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Ittihaf Ahl..., hal 367.
[11]al-Naisaburi, Muslim bin al-Hujaj, al-Jami’ al-Shahih…,Juz. II, hal. 175.
[12]Ibnu Rajab, Ahmad bin Rajab, Lathaif al-Ma’arif Fi Ma Li al-Mawasim al-‘Am Min al-Wazhaif, cet. V (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1999 M) hal. 261.
[13]al-Ramli, Ahmad bin Hamzah, Fatawa al-Ramli, Juz. IV (Beirut: Dar Fikr, 1983 M) hal 383.
[14]al-‘Adawi, Husain Muhammad ‘Ali Makhlul, al-Kalimat al-Hasan Fi Fadha-i al-Lailah Nishf Sya’ban, (t.tp: tp, tt) hal. 6.
[15]al-Tamimi, Muhammad bin Hibban, Shahih Ibn Hibban Bi Tartib Ibn Balban, Juz. XII, cet. II (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993 M) hal. 481
[16]Ibnu Majah, Muhammad bin Yazid, Sunan Ibn Majah, Juz. I (Beirut: Dar al-Fikr, tt) hal. 444.
[17]al-Hanbal, Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Juz ke-43, cet. II (t.tp: Muassasah al-Risalah. 1999 M) hal. 146.
[18]al-Baihaqi, Abubakar Ahmad bin al-Husain, Fadha-i al-Auqat Li al-Baihaqi, cet. I (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1997 M) hal. 32.
[19]al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Ittihaf Ahl…, hal 376.
[20]al-Syafi’i, Muhammad bin Idris, al-Umm, Juz. I, cet. I (Beirut: Dar al-Fikr, 2009) hal. 254.
[21]al-Zabidi, Muhammad bin Muhammad, Ittihaf al-Sadat al-Muttaqin Bi Syarh Ihya-I ‘Ulum al-Din, Juz. III, cet. III (Beirut: Dar al-Fikr, 2005) hal. 708.
[22]Ibnu Taimiyah, Ahmad bin ‘Abd al-Halim, Iqtidha-u al-Sirath al-Mustaqim Li Mukhalafat Ashhab al-Jahim, Juz. II (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, tt) hal 126.
[23]al-Shawi, Ahmad al-Shawi al-Maliki, Hasyiah al-Shawy `Ala Tafsir Jalalain, Juz. IV (Beirut: Dar al-Fikr, tt) hal. 76 ; al-Fasyani, Ahmad bin Hijazi, Tuhfat al-Ikhwan…,hal 60-62 ; al-Luban, Muhammad bin Muhammad, Baqat al-Raihan Fi Ma Yata’allaq Bi Lailat al-Nishf Min Sya’ban, (t.tp: tp, tt) hal 4-6.
[24]Ibnu Rajab, Ahmad bin Rajab, Lathaif al-Ma’arif…, hal. 258.
[25]Ibid.
[26] Ibid, hal. 259.
[27]al-Ramli, Ahmad bin Hamzah, Fatawa…, Juz. II, hal 89.
[28]al-Fasyani, Ahmad bin Hijazi, Tuhfat al-Ikhwan… hal 65.
[29]Ibnu Rajab, Ahmad bin Rajab, Lathaif al-Ma’arif…, hal. 265.
[30]al-Fasyani, Ahmad bin Hijazi, Tuhfat al-Ikhwan…,hal 66.
[31]al-Zabidi, Muhammad bin Muhammad, Ittihaf al-Sadat…, hal. 708.
[32]Ibid.
[33]Muhammad Zaki Ibrahim, Lailat an-Nishf Min Sya’ban Fi Mizan al-Inshaf al-‘Ilmi Wa Samahah al-Islam, (t.tp: tp, tt) t.hal.
[34]Abdul Hamid bin Muhammad ‘Ali, Kanz al-Najah Wa al-Surur Fi al-Ad’iyyah Allati Tasyruh al-Shudur, (t.tp: t.p, tt) hal. 47-48.
[35]Ibid, hal. 48.
[36]Ibid.
[37] Ibid., hal. 49.
[38]Ibid., hal. 50.
[39]Ibid., hal. 51.
[40]Ibid., hal. 52-54.
[41]Ibid.,
[42]Ibid., hal. 46.
[43]Ibid.
[44]Ibid.
[45]Ibid., hal. 47.
[46]Ibid.
[47]Ibid., hal. 49.
[48]Ibid.
[49]Ibid., hal. 55.
[50]Ibid.
[51]Ibid.
[52]al-Zarqani, Muhammad al-Zarqani bin ‘Abd al-Baqi, Syarh al-’Alamah al-Zarqani ‘Ala al-Mawahib al-Laduniyyah Bi al-Mihah al-Muhammadiyyah Li al-‘Alamah al-Qusthalani, Juz. IX (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1996 M) hal. 165.
[53]al-Zabidi, Muhammad bin Muhammad, Ittihaf al-Sadat…, hal. 704.
[54]al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Fatawa Kubra Fiqhiyyah, Juz. II (Beirut: Dar al-Fikr, 1983 M) hal. 80.
[55]al-Nawawi, Yahya bin Syaraf, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, Juz. V (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 2008) hal. 65.
[56]al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Tuhfat al-Muhtaj Bi Syarh al-Minhaj, Juz. II (Beirut: Dar al-Fikr, 2009) hal. 261.
[57]al-Zabidi, Muhammad bin Muhammad, Ittihaf al-Sadat…, hal 707.
[58]al-Ramli, Ahmad bin Hamzah, Nihayat al-Muhtaj Ila Syarh al-Minhaj, juz. II, (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 2003) hal. 124.
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan
dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus
kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan
puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan
membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan
karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan
yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa
dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di
sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan, “Sebagaimana
pahala amalan puasa akan berlipat-lipat dibanding amalan lainnya, maka
puasa di bulan Ramadhan lebih berlipat pahalanya dibanding puasa di
bulan lainnya. Ini semua bisa terjadi karena mulianya bulan Ramadhan dan
puasa yang dilakukan adalah puasa yang diwajibkan oleh Allah pada
hamba-Nya. Allah pun menjadikan puasa di bulan Ramadhan sebagai bagian
dari rukun Islam, tiang penegak Islam.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 271)
2- Amalan di malam Lailatul Qadar
Lailatul qadar akan dilipatgandakan pahala sebagaimana disebutkan dalam ayat,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 3). Maksudnya adalah ibadah di malam Lailatul Qadar lebih baik dari ibadah di seribu bulan lamanya.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah
menyatakan, “Amalan yang dilakukan di malam Lailatul Qadar lebih baik
daripada amalan yang dilakukan di seribu bulan yang tidak terdapat
Lailatul Qadar. Itulah yang membuat akal dan pikiran menjadi tercengang.
Sungguh menakjubkan, Allah memberi karunia pada umat yang lemah bisa
beribadah dengan nilai seperti itu. Amalan di malam tersebut sama dan
melebihi ibadah pada seribu bulan. Lihatlah, umur manusia seakan-akan
dibuat begitu lama hingga delapan puluh tahunan.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 977)
3- Umrah di bulan Ramadhan
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya pada seorang wanita,
مَا مَنَعَكِ أَنْ تَحُجِّى مَعَنَا
“Apa alasanmu sehingga tidak ikut berhaji bersama kami?”
Wanita itu menjawab, “Aku punya tugas untuk memberi minum pada seekor
unta di mana unta tersebut ditunggangi oleh ayah fulan dan anaknya
–ditunggangi suami dan anaknya-. Ia meninggalkan unta tadi tanpa diberi
minum, lantas kamilah yang bertugas membawakan air pada unta tersebut.
Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Bukhari no. 1782 dan Muslim no. 1256).
Dalam lafazh Muslim disebutkan,
فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً
“Umrah pada bulan Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Muslim no. 1256)
Dalam lafazh Bukhari yang lain disebutkan,
“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku.” (HR. Bukhari no. 1863)
Al-Qari dalam Mirqah Al-Mafatih (8: 442) berkata, “Maksud
senilai dengan haji adalah sama dan semisal dalam pahala.” Akan tetapi
yang sebenarnya terjadi pahala haji lebih berlipat-lipat daripada pahala
umrah. Karena haji adalah salah satu rukun Islam.
Baca artikel: Umrah Ramadhan Seperti Haji Bersama Nabi
Berlipatnya Pahala dengan Bilangan Tertentu
Berlipatnya pahala amalan dengan bilangan tertentu memang disebutkan dalam hadits. Namun haditsnya adalah hadits yang dha’if. Juga ada kalam ulama yang mendukung. Namun kalam tersebut cuma sekedar perkataan untuk memotivasi dan membangkitkan semangat.
Ada hadits yang menyebutkan berlipatnya pahala amalan di bulan Ramadhan dengan bilangan tertentu seperti hadits,
يا
أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم ، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر ، جعل الله
صيامه فريضة، وقيام ليله تطوعا ، من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى
فريضة فيما سواه، ومن أدى فيه فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه
“Wahai sekalian manusia, telah datang pada kalian bulan yang mulia.
Di bulan tersebut terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Puasanya dijadikan sebagai suatu kewajiban. Shalat malamnya adalah suatu
amalan sunnah. Siapa yang melakukan kebaikan pada bulan tersebut
seperti ia melakukan kewajiban di waktu lainnya. Siapa yang melaksanakan
kewajiban pada bulan tersebut seperti menunaikan tujuh puluh kewajiban
di waktu lainnya.” (HR. Al-Mahamili dalam Al-Amali 5: 50 dan Ibnu
Khuzaimah dalam shahihnya 1887. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits
ini munkar seperti dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah no. 870)
Contoh perkataan ulama yang menyatakan bahwa pahala amalan di bulan Ramadhan berlipat-lipat dengan lipatan bilangan tertentu.
Guru-guru dari Abu Bakr bin Maryam rahimahumullah pernah
mengatakan, “Jika tiba bulan Ramadhan, bersemangatlah untuk bersedekah.
Karena bersedekah di bulan tersebut lebih berlipat pahalanya seperti
seseorang sedekah di jalan Allah (fii sabilillah). Pahala bacaaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) lebih afdhal dari seribu bacaan tasbih di bulan lainnya.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 270)
An-Nakha’i rahimahullah mengatakan, “Puasa sehari di bulan Ramadhan lebih afdhal dari puasa di seribu hari lainnya. Begitu pula satu bacaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) di bulan Ramadhan lebih afdhal dari seribu bacaan tasbih di hari lainnya. Begitu juga pahala satu raka’at shalat di bulan Ramadhan lebih baik dari seribu raka’at di bulan lainnya.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 270)
Baca artikel: Berlipatnya Pahala Amalan di Bulan Ramadhan
Kesimpulannya, berlipatnya pahala amalan dengan bilangan tertentu di
bulan Ramadhan tidak disebut secara rinci dalam dalil. Sehingga setiap
muslim hendaknya bersungguh-sungguh untuk melakukan amalan shalih di
bulan Ramadhan sehingga bisa mengumpulkan berbagai keutamaan.
Semoga kita dimudahkan meraih limpahan pahala di bulan Ramadhan.
Referensi:
Lathaif Al-Ma’arif. Cetakan pertama, tahun 1428 H. Ibnu Rajab Al-Hambali. Penerbit Al-Maktab Al-Islami. Mirqah Al-Mafatih Syarh Misykah Al-Mashabih, Al-Mula ‘Ali Al-Qari. Maktabah Syamilah. Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karimir Rahman). Cetakan kedua tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab no. 221733
7 Keutamaan Bulan Ramadhan Bagi Umat Islam —
Telah diwajibkan kepada umat Islam untuk berpuasa sebulan penuh pada
bulan Ramadhan. Bulan kesembilan pada penanggalan Hijriah ini memiliki
banyak keutaaman bagi umat Islam, bahkan beberapa menyebutnya bulan
seribu bulan.
Belanja Online Praktis dan Diskon besar dibulan Ramadhan: http://www.lazada.co.id/ramadhan-sale/
Khusus pada bulan Ramadhan ini, amal kebaikan umat Islam akan dibalas
dengan berkah pahala yang berlipat ganda, bahkan bila kita menjalani
puasa dengan sempurna, ketika hari lebaran datang, kita akan bersih dari
dosa seperti bayi yang baru lahir kembali. Maka kita sebagai umat
muslim sudah seharusnya tidak melewatkan bulan Ramadhan dengan kegiatan
yang sia-sia, agar lebih termotivasi menjalani bulan puasa dan lebih
memahami makna bulan ramadhan itu sendiri, mari kita ketahui bersama apa
saja keutamaan-keutamaan bulan Ramadhan, bulan penuh berkah.
1. Bulan Diturunkannya Al-Quran
Bulan Ramadhan merupakan bulan dimana kitab suci umat Islam
(Al-Qur’an) pertamakali diturunkan. Sesuai dengan QS. Al-Baqarah 185
yang artinya:
“Beberapa hari yang ditentukan itu
ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan)
Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).”
2. Amal Sholeh Yang Berlipat Ganda
Sebagai umat Islam yang menjalankan amalan sholeh dan kewajiban
seorang muslim pada bulan ramadhan akan mendapatkan balasan berlipat
ganda, sampai sebagai 70 kali lipat sebagaimana terdapat dalam Hadist:
Khutbah Rasululah saw pada akhir bulan Sa`ban “Hai manusia, bulan
yang agung, bulan yang penuh berkah telah menaung. Bulan yang didalamnya
ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Bulan yang padanya
Allah mewajibkan berpuasa. Qiyamullail disunnahkan. Barang siapa yang
pada bulan itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebaikan,
nilainya seperti orang yang melakukan perbuatan yang diwajibkan pada
bulan lainnya. Dan barang siapa yang melakukan suatu kewajiban pada
bulan itu,nilainya sama dengan tujuh puluh kali lipat dari kewajiban
yang dilakukannya pada bulan lainnya. Keutamaan sedekah adalah sedekah
pada bulan Ramadhan (HR. Bukhori-Muslim).
3. Bulan Pernuh Keberkahan
Pada bulan puasa seorang muslim berkesempatan untuk kembali ke jalan
yang baik dan mendapat keberkahan yang nilainya sama dengan seribu
bulan. Maka bila seorang muslim pada bulan puasa saja tidak juga
memanfaatkan kesempatannya, bulan lain kemungkinan akan lebih buruk
lagi. seperti hadits dibawah ini:
“Sesungguhnya telah datang kepadamu bulan yang penuh berkah. Allah
mewajibkan kamu berpuasa, karena dibuka pintu- pintu surga, ditutup
pintu-pintu neraka, dan dibelenggu syaitan- syaitan, serta akan dijumpai
suatu malam yang nilainya lebih berharga dari seribu bulan. Barangsiapa
yang tidak berhasil memperoleh kebaikannya, sungguh tiadalah ia akan
mendapatkan itu untuk selama-lamanya.” (HR Ahmad, An-Nasa’l, dan
Baihaqi).
4. Ramadhan Bulan Pengampunan Dosa
Pada bulan Ramadhan juga seorang muslim berkesempatan untuk meraih
pahala sebanyak-banyaknya, bahkan ibadah yang sempurna pada bulan puasa
akan menjadikan seorang muslim suci kembali bagaikan bayi yang baru
lahir. Sesuai Hadist Shahih:
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari)
“Shalat yang lima waktu, dari jumat ke jumat, dan Ramadhan ke Ramadhan,
merupakan penghapus dosa di antara mereka, jika dia menjauhi dosa-dosa
besar.” (HR. Muslim)
5. Pintu Surga Dibuka, Pintu Neraka Ditutup
Selebar-lebarnya pintu untuk kembali ke jalan yang lurus pada bulan Ramadhan dibuka bagi umat Islam. Sesuai Hadist dibawah ini:
“Jika datang Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan syetan dibelenggu.” (HR. Muslim)
6. Bulan yang Mendidik untuk Mencapai Ketaqwaan
Menahan haus, lapar dan amarah merupakan jalan menuju sifat-sifat
sabar yang taqwa. Itulah mengapa berpuasa sebulan penuh pada Ramadhan
dapat membimbing umat Islam mencapai ketawaan. Sesuai surat dalam
Al-Quran yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas
orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (QS. Al Baqarah 183)
7. Terdapat Malam Lailatul Qadar
Malam 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan merupakan waktu-waktu yang
diantaranya terdapat malam Lailatul Qadar, dimana malam tersebut baik
diisi doa-doa yang baik dan mukjizat dapat turun pada umat Islam pada
malam Lailatul Qadar tersebut. “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul
qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadr 1-3)
10 Amal Ibadah Pada Bulan Puasa (Ramadhan) Sesuai Sunnah Rasul SAW
10 Amalan Sunah Bulan Puasa Ramadhan Yang Dicontohkan Rasul SAW — Bulan
Ramadhan bagi umat muslim seluruh dunia merupakan bulan penuh berkah,
hikmah dan ampunan, karena berbagai amal perbuatan dapat menjadi pahala
yang berkali lipat. Bahkan pada posting sebelumnya telah diceritakan
bagaimana tidurnya orang yang berpuasa dibulan Ramadhan adalah pahala.
Belanja Online Praktis dan Diskon besar dibulan Ramadhan: http://www.lazada.co.id/ramadhan-sale/
Maka dari itu, merupakan hal yang sia-sia jika pada kesempatan bulan
Ramadhan ini kita tidak berlomba-lomba mengumpulkan pahala
sebanyak-banyaknya. Umur seseorang hanya Allah SWT yang mengetahuinya,
selagi kita masih bertemu bulan Ramadhan bulan seribu bulan ini, sangat
beruntung bagi umat muslim yang mau menjalankan sunah-sunah demi
mengejar pahala.
Nabi besar kita, Muhammad SAW telah mencontohkan kepada umat amalan
sunah-sunah yang dapat dilakukan pada bulan suci Ramadhan. Jadi apalagi
yang kita tunggu? Berikut ini beberapa sunah ibadah sesuai sunnah Rasul
SAW.
“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa.” [QS. Al-Baqarah (2): 183]
Berikut ini adalah amalan-amalan yang dianjurkan selama bulan puasa ramadhan sesuai sunnah rasul saw: 1. Menyegerakan Berbuka Puasa
Apabila telah datang waktu berbuka puasa,
hendaklah menyegerakan berbuka, karena didalamnya terdapat banyak
kebaikan. Rosulullah SAW bersabda :
“Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Membaca Al-Qur’an (Tilawah)
Ayat Al-Qur’an diturunkan pertamakali
pada bulan Ramadhan. Maka tak heran jika Rasulullah SAW sering dan lebih
banyak membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan dibandingkan di bulan-bulan
lain.
Imam Az-Zuhri berkata, “Apabila datang
Ramadhan, maka kegiatan utama kita selain berpuasa adalah membaca
Al-Qur’an.” Bacalah dengan tajwid yang baik dan tadabburi, pahami, dan
amalkan isinya. Insya Allah, kita akan menjadi insan yang berkah.
Buatlah target untuk diri anda sendiri.
Jika di bulan-bulan lain kita khatam membaca Al-Qur’an dalam sebulan,
maka misalnya di bulan Ramadhan kita bisa memasang target dua kali
khatam. Lebih baik lagi jika ditambah dengan menghafal satu juz atau
surat tertentu. Hal ini bisa juga dijadikan program unggulan bersama
keluarga.
4. Memberikan Makanan Berbuka Puasa (Ith’amu ath-tha’am)
مَنْ فَطَرَ صَائِمًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ وَلَا يَنْقُصُ مِنْ اَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئٌ – صحيح النسائى و الترمذى
“Barang siapa yang memberikan makanan
berbuka kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang
yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang
berpuasa itu” (Shohih Nasa’i dan Tirmidzi)
Amal ibadah mulia ini dapat Anda
manfaatkan bersama tetangga atau anak-anak yatim yang bermukim disekitar
rumah Anda. Memberikan makanan ini hanya satu contoh yang dapat kita
terapkan dalam hal berbagi rezki kepada sesama umat. Hal ini juga perlu
dibiasakan, agar setelah selesai bulan Ramadhan, hal ini tidak punah
begitu saja.
5. Berdakwah
Jangan sia-siakan momen Ramadhan kali
ini. Sepanjang bulan Ramadhan kita punya kesempatan berdakwah karena
pastinya suasana Ramadhan sudah sangat terasa dimana-mana dan tiap orang
siap menerima nasihat.
“Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang
beruntung” (TQS. Al-Imran[3] : 104)
Namun pastikan jika Anda memberi nasihat
haruslah ada dalilnya. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw: “Barangsiapa
menunjuki kebaikan, baginya pahala sebagaimana orang yang mengamalkannya
tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun.”
6. Shalat Tawawih (Qiyamul Ramadhan)
Ibadah sunnah yang khas di bulan Ramadhan
adalah shalat tarawih (qiyamul ramadhan). Dan yang paling penting
diingat ialah shalat tarawain dapat dilakukan dirumah sekalipun.
Rasulullah saw pernah merasa khawatir
karena takut shalat tarawih dianggap menjadi shalat wajib karena semakin
hari semakin banyak yang ikut shalat berjamaah di masjid sehingga
beliau akhirnya melaksanakan shalat tarawih sendiri di rumah. *Baca
Juga: Etika Shalat Tarawih & Witir
7. I’tikaf
Inilah amaliyah ramadhan yang selalu
dilakukan Rasulullah saw. I’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan
niat beribada kepada Allah swt. Abu Sa’id Al-khudri meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. pernah beri’tikaf pada awal Ramadhan, pertengahan
Ramadhan, dan paling sering di 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
ayangnya, ibadah ini dianggap berat oleh
kebanyakan orang Islam, jadi sedikit yang mengamalkannya. Hal ini
dikomentari oleh Imam Az-Zuhri, “Aneh benar keadaan orang Islam, mereka
meninggalkan i’tikaf padahal Rasulullah tidak pernah meninggalkannya
sejak beliau datang ke Madinah sampai beliau wafat.”
8. Lailatul Qadar
Ada bulan Ramadhan ada satu malam yang
istimewa: lailatul qadar, malam yang penuh berkah. Malam itu nilainya
sama dengan seribu bulan. Rasulullah saw. amat menjaga-jaga untuk bida
meraih lailatul qadar. Maka, Beliau menyuruh kita mencarinya di
malam-malam ganjil pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Kenapa? Karena, “Barangsiapa yang shalat
pada malam lailatul qadar berdasarkan iman dan ihtissab, maka Allah akan
mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Begitu kata Rasulullah saw.
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Bahkan, untuk mendapatkan
malam penuh berkah itu, Rasulullah saw. mengajarkan kita sebuah doa,
“Allahumma innaka ‘afuwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii.” Ya Allah,
Engkaulah Pemilik Ampunan dan Engkaulah Maha Pemberi Ampun. Ampunilah
aku.
9. Umrah
Jika Anda punya rezeki cukup, pergilah
umrah di bulan Ramadhan. Karena, pahalanya berlipat-lipat. Rasulullah
SAW. berkata kepada Ummu Sinan, seorang wanita Anshar, agar apabila
datang bulan Ramadhan, hendaklah ia melakukan umrah, karena nilainya
setara dengan haji bersama Rasulullah saw. (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Bertaubat
Selama bulan Ramadhan, Allah SWT
membukakan pintu ampunan bagi seluruh hambanya. Karena itu, bulan
Ramadhan adalah kesempatan emas bagi kita untuk bertaubat kembali ke
fitrah kita.
11. Zakat Fitrah
Zakat fitrah wajib dibayarkan sebelum
hari Ramadhan berakhir oleh umat Islam, baik lelaki-perempuan, dewasa
maupun anak-anak. Tujuannya untuk mensucikan orang yang melaksanakan
puasa dan untuk membantu fakir miskin.
Itulah beberapa amalan ibadah mulia yang diajarkan oleh Nabi besar
kita Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan. Semoga kita dapat mengerjakan
semua amalan ibadah tersebut dengan niat ikhlas dan mengharap ridho
HANYA dari Allah SWT. Amiin.
Ramadan (/ˌræməˈdɑːn/; bahasa Arab: رمضانRamaḍān, IPA: [ramaˈdˤaːn];[note 1] juga diromanisasikan sebagai Ramazan, Ramadhan, atau Ramathan) adalah bulan kesembilan dalam kalender Islam,[2] dan dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia dengan puasa (saum) dan memperingati wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad menurut keyakinan umat Muslim.[3][4] Perayaan tahunan ini dihormati sebagai salah satu dari rukun Islam.[5] Bulan Ramadan akan berlangsung selama 29–30 hari berdasarkan pengamatan hilal, menurut beberapa aturan yang tercantum dalam hadits.[6][7]
Kata Ramadan berasal dari akar kata bahasa Arab ramiḍa atau ar-ramaḍ, yang berarti panas yang menghanguskan atau kekeringan.[8] Puasa dalam hukumnya merupakan fardhu
(diwajibkan) untuk Muslim dewasa, kecuali mengalami halangan untuk
melakukannya seperti sakit, dalam perjalanan, sudah tua, hamil,
menyusui, diabetes atau sedang mengalami menstruasi.[9] Kewajiban berpuasa pada bulan Ramadan turun pada bulan Sya'ban tahun kedua setelah hijrahnya umat Muslim dari Mekkah ke Madinah.[10] Bulan Ramadan diawali dengan penentuan bulan sabit sebagai pertanda bulan baru.[11]
Selama berpuasa dari pagi hingga petang, Muslim dilarang untuk makan,
minum cairan apapun, merokok, dan berhubungan seksual. Selain itu,
mereka diperintahkan untuk menghindari perbuatan dosa untuk
menyempurnakan pahala puasa, seperti berkata yang jelek (seperti
menghina, memfitnah, mengutuk, berbohong) dan berkelahi.[12] Makanan dan minuman dapat disediakan setiap hari, yakni ketika sebelum Matahari terbit (Subuh) hingga terbenamnya Matahari (Magrib).[13][14] Pendekatan spiritual (taubat) ketika bulan Ramadan ramai dilakukan.[15] Berpuasa bagi Muslim saat Ramadan biasanya diikuti dengan memperbanyak salat dan membaca Al-Quran.[16][17]
Kekhususan bulan Ramadan bagi pemeluk agama Islam tergambar pada Al-Quran pada surah Al-Baqarah ayat 183 yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian
agar kamu bertakwa."
Ramadan berasal dari akar kata ر م ﺿ , yang berarti panas yang menyengat. Bangsa Babilonia yang budayanya pernah sangat dominan di utara Jazirah Arab menggunakan luni-solar calendar (penghitungan tahun berdasarkan bulan dan matahari sekaligus). Bulan kesembilan
selalu jatuh pada musim panas yang sangat menyengat. Sejak pagi hingga
petang batu-batu gunung dan pasir gurun terpanggang oleh sengatan
matahari musim panas yang waktu siangnya lebih panjang daripada waktu
malamnya. Di malam hari panas di bebatuan dan pasir sedikir reda, tapi
sebelum dingin betul sudah berjumpa dengan pagi hari. Demikian terjadi
berulang-ulang, sehingga setelah beberapa pekan terjadi akumulasi panas
yang menghanguskan. Hari-hari itu disebut bulan Ramadan, bulan dengan
panas yang menghanguskan.
Setelah umat Islam
mengembangkan kalender berbasis bulan, yang rata-rata 11 hari lebih
pendek dari kalender berbasis Matahari, bulan Ramadan tak lagi selalu
bertepatan dengan musim panas. Orang lebih memahami 'panas'nya Ramadan
secara metaphoric (kiasan). Karena di hari-hari Ramadan orang berpuasa, tenggorokan terasa panas karena kehausan. Atau, diharapkan dengan ibadah-ibadah Ramadan maka dosa-dosa terdahulu menjadi hangus terbakar dan seusai Ramadan orang yang berpuasa tak lagi berdosa.
Dari akar kata tersebut kata Ramadan digunakan untuk mengindikasikan
adanya sensasi panas saat seseorang kehausan. Pendapat lain mengatakan
bahwa kata Ramadan digunakan karena pada bulan itu dosa-dosa dihapuskan
oleh perbuatan baik sebagaimana Matahari
membakar tanah. Namun kata ramadan tidak dapat disamakan artinya dengan
ramadan. Ramadan dalam bahasa arab artinya orang yang sakit mata hendak
buta. Lebih lanjut lagi hal itu dikiaskan dengan dimanfaatkannya momen
Ramadan oleh para penganut Islam yang serius untuk mencairkan, menata ulang dan memperbaharui kekuatan fisik, spiritual dan tingkah lakunya, sebagaimana panas merepresentasikan sesuatu yang dapat mencairkan materi.[18]
Sejarah
Surah 2, Ayat 185, dari Quran menyatakan:
Bulan Ramadan adalah yang diwahyukan Quran; Petunjuk bagi umat
manusia, dan bukti pembuktian tuntunan, dan kriteria (benar dan salah).
Dan siapapun yang hadir, biarkan dia berpuasa bulan itu, dan siapapun
yang sedang sakit atau dalam perjalanan, beberapa hari yang lain. Allah
menginginkan agar kamu mudah; Dia tidak menginginkan kesusahan bagimu;
Dan bahwa Anda harus menyelesaikan menstruasi, dan bahwa Anda harus
mengagungkan Allah karena telah membimbing Anda, dan mungkin Anda juga
akan berterima kasih.[Qur'an2:185]
Dipercaya bahwa Alquran pertama kali diwahyukan kepada Muhammad selama bulan Ramadan yang telah disebut sebagai "masa terbaik". Wahyu pertama diturunkan di Lailatul Qadar (malam kekuasaan) yang merupakan salah satu dari lima malam yang aneh dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. [19] Menurut hadis, semua kitab suci diturunkan selama bulan Ramadan. Shuhuf Ibrahim, Taurat, Mazmur, Injil dan Alquran diturunkan masing-masing pada tanggal 1, 6, 12, 13 [note 2] dan 24 Ramadan. [20]
Menurut Alquran, puasa juga wajib bagi bangsa-bangsa sebelumnya, dan merupakan cara untuk mencapai taqwa, takut akan Tuhan. [21][Qur'an2:183] Tuhan menyatakan kepada Muhammad bahwa berpuasa demi Dia bukanlah sebuah inovasi baru. Dalam monoteisme, melainkan kewajiban yang dipraktikkan oleh orang-orang yang benar-benar mengabdi pada keesaan Allah. [22] Orang-orang kafir Mekkah juga berpuasa, tapi hanya pada hari kesepuluh Muharram untuk meredakan dosa dan menghindari kekeringan. [23]
Keputusan untuk mengamati puasa selama bulan Ramadan diturunkan 18
bulan setelah Hijrah, pada bulan Sya'ban di tahun kedua Hijrah di tahun
624 Masehi. [20]
Abu Zanad, seorang penulis Arab dari Irak yang hidup setelah
berdirinya Islam, sekitar tahun 747 M, menulis bahwa setidaknya satu
komunitas Muslim yang berada di al-Jazira (Irak utara modern) mengamati
Ramadan sebelum beralih ke Islam. [24]
Menurut Philip Jenkins, Ramadan datang "dari disiplin ketat gereja-gereja Syria yang ketat". [25]
Namun, saran ini didasarkan pada gagasan orientalis bahwa Alquran
sendiri memiliki asal Syria, yang ditolak Oleh akademisi Muslim seperti
M. Al-Azami.[26]
Tabel awal Ramadan tahun Gregorian antara 1938 dan 2038.
Kalender Hijriyah didasarkan pada revolusi bulan mengelilingi bumi dan awal setiap bulan ditetapkan saat terjadinya hilal
(bulan sabit). Metode penentuan saat terjadinya hilal yang digunakan
saat ini adalah metode penglihatan dengan mata telanjang (dikenal dengan
istilah rukyah) serta menggunakan metode perhitungan astronomi
(dikenal dengan istilah hisab). Persatuan Islam (persis) dan Majelis
Ulama Indonesia (M.U.I)menggunakan kombinasi hisab dan rukyah untuk
penentuan hilal. Nahdlatul Ulama (N.U) serta Kementerian Agama RI selaku Pemerintah RI menggunakan metode rukyatul hilal; sementara Muhammadiyah menggunakan hisab hakiki wal wujudul hilal sebagai sandaran penentuan hilal.[27]
Perbedaan metode ini menyebabkan adanya kemungkinan perbedaan hasil
penetapan kapan awal dan berakhirnya Ramadan sebagaimana sempat terjadi
pada tahun 1998 M (1418 H). [28][29]
Lailatul Qadar (malam ketetapan), adalah satu malam yang khusus terjadi di bulan Ramadan. Malam ini dikatakan dalam Alquran pada surah Al-Qadr, lebih baik daripada seribu bulan. [30][31] Saat pasti berlangsungnya malam ini tidak diketahui namun menurut beberapa riwayat,
malam ini jatuh pada 10 malam terakhir pada bulan Ramadan, tepatnya
pada salah satu malam ganjil yakni malam ke-21, 23, 25, 27 atau ke-29. [32][33]
Sebagian Muslim biasanya berusaha tidak melewatkan malam ini dengan
menjaga diri tetap terjaga pada malam-malam terakhir Ramadan sembari
beribadah sepanjang malam.[34]
Akhir dari bulan Ramadan dirayakan dengan sukacita oleh seluruh muslim di seluruh dunia. Pada malam harinya (malam 1 Syawal),
yang biasa disebut malam kemenangan, mereka akan mengumandangkan takbir
bersama-sama. Di Indonesia sendiri ritual ini menjadi hal yang menarik
karena biasanya para penduduk Muslim mengumandangkan takbir sambil
berpawai keliling kota dan kampung, kadang-kadang dilengkapi dengan
memukul beduk dan menyalakan kembang api.
Esoknya tanggal 1 Syawal, yang dirayakan sebagai hari raya Idul Fitri, baik laki-laki maupun perempuan muslim akan memadati masjid maupun lapangan tempat akan dilakukannya Salat Ied. Salat
dilakukan dua raka'at kemudian akan diakhiri oleh dua khotbah mengenai
Idul Fitri. Perayaan kemudian dilanjutkan dengan acara saling memberi
maaf di antara para muslim, dan sekaligus mengakhiri seluruh rangkaian
aktivitas keagamaan khusus yang menyertai Ramadan. [35]
Aktivitas utama dalam bulan Ramadan pastinya diisi dengan kegiatan berpuasa, sahur, berbuka, salat malam, memperbanyak membaca Alquran, merayakan hari turunnya Alquran, serta perbuatan baik lainnya. [36][37][38]
Saum / Puasa bagi orang islam (bahasa Arab: صوم, transliterasi: Shuwam)
adalah menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang
bisa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim. Berpuasa (saum) merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Saum secara bahasa artinya menahan atau mencegah.[39][40][41][42]
Sahur adalah sebuah istilah Islam yang merujuk kepada aktivitas makan oleh umat Islam yang dilakukan pada dini hari[43] bagi yang akan menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadan. Sahur sebagai makan pagi cocok dengan Iftar sebagai makan malam, selama Ramadan, menggantikan makan tiga kali sehari (sarapan, makan siang dan makan malam),[44] meskipun di beberapa tempat makan malam juga dikonsumsi setelah Iftar kemudian pada malam hari.
Iftar mengacu pada sebuah perjamuan saat Muslim berbuka puasa selama bulan Ramadan. [45]
Iftar adalah salah satu ibadah di bulan Ramadan dan sering dilakukan
oleh sebuah komunitas, dan orang-orang berkumpul untuk berbuka puasa bersama-sama. Iftar dilakukan tepat setelah waktu Magrib. Secara tradisional, kurma adalah hal pertama yang harus dikonsumsi ketika berbuka.[46]
Banyak Muslim percaya bahwa memberi makan orang buka puasa sebagai
bentuk amal sangat bermanfaat dan yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad.[47]
Salat malam
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Salat Tarawih
Pada malam harinya, tepatnya setelah salatisya, Kaum Muslimin melanjutkan ibadahnya dengan melaksanakan salat tarawih.
Salat khusus yang hanya dilakukan pada bulan Ramadan. Salat tarawih,
walaupun dapat dilaksanakan dengan sendiri-sendiri, umumnya dilakukan
secara berjama'ah di masjid-masjid.
Terkadang sebelum pelaksanaan salat tarawih pada tempat-tempat
tertentu, diadakan ceramah singkat untuk membekali para jama'ah dalam
menunaikan ibadah pada bulan bersangkutan. Setelah melaksanakan sholat
tarawih, biasanya langsung di lanjutkan dengan sholat witir sebanyak 3
rakaat. [48]
Membaca Alquran
Sebagai tambahan amalan dalam berpuasa, kebanyakan umat Muslim mengisi waktu sebelum berbuka puasa dengan membaca Al-Qur'an dengan kadar setiap hari satu juz.
Biasanya dibacakan secara khusus dengan berkelompok atau perseorangan,
namun ada juga yang menyelesaikan 30 Juz melalui pembacaan surah pada Salat Tarawih.
Turunnya Alquran
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Nuzulul Quran
Pada bulan ini di Indonesia, tepatnya pada tanggal 17 Ramadan,
(terdapat perbedaan pendapat para ulama mengenai tanggal pasti turunnya
Alquran untuk pertama kalinya[49]) diperingati juga sebagai hari turunnya ayat Alquran(Nuzulul Quran) untuk pertama kalinya oleh sebagian muslim. Pada peristiwa tersebut surat Al-'Alaq ayat 1 sampai 5 diturunkan pada saat Nabi Muhammad SAW sedang berada di Gua Hira. Peringatan peristiwa ini biasanya dilakukan dengan acara ceramah di masjid-masjid. Tetapi peringatan ini di anggap bidah, karena Rasulullah tidak mengajarkan, Awal di peringati di Indonesia, ketika Presiden Soekarno mendapat saran dari Hamka untuk memperingati setiap Nuzulul Quran, karena bertepatan dengan tanggal Kemerdekaan Indonesia, sebagai rasa Syukur kemerdekaan Indonesia.
Ibadah umrah jika dilakukan pada bulan ini mempunyai nilai dan pahala
yang lebih bila dibandingkan dengan bulan yang lain. Dalam Hadis dikatakan "Umrah di bulan Ramadan sebanding dengan haji atau haji bersamaku." (HR: Bukhari dan Muslim).[50]
Zakat Fitrah
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan khusus pada bulan Ramadan atau paling lambat sebelum selesainya salat Idul Fitri. Setiap individu muslim
yang berkemampuan wajib membayar zakat jenis ini. Besarnya zakat fitrah
yang harus dikeluarkan per individu adalah satu sha' makanan pokok di
daerah bersangkutan. Jumlah ini bila dikonversikan kira-kira setara
dengan 2,5 kilogram atau 3,5 liter beras. Penerima Zakat secara umum
ditetapkan dalam 8 golongan (fakir, miskin, amil, muallaf,
hamba sahaya, gharimin, fisabilillah, ibnu sabil) namun menurut
beberapa ulama khusus untuk zakat fitrah mesti didahulukan kepada dua
golongan pertama yakni fakir dan miskin. Pendapat ini disandarkan dengan
alasan bahwa jumlah zakat yang sangat kecil sementara salah satu
tujuannya dikeluarkannya zakat fitrah adalah agar para fakir dan miskin
dapat ikut merayakan hari raya.
Di beberapa negara Muslim saat ini, lampu digantung di lapangan umum, dan di jalan-jalan kota, untuk menambah perayaan bulan ini. Lentera menjadi hiasan simbolis menyambut bulan Ramadan. Di negara-negara berkembang, mereka digantung di jalan-jalan kota. [51][52][53] Tradisi lentera sebagai hiasan yang dikaitkan dengan Ramadan diyakini berasal selama Khilafah Fatimiyah yang berpusat di Mesir, di mana Khalifah Al-Mu'izz
li-Dinillah disambut oleh orang-orang yang memegang lentera untuk
merayakan keputusannya. Sejak saat itu, lentera digunakan untuk
menerangi masjid dan rumah di ibu kota Kairo. Pusat perbelanjaan, tempat usaha, dan rumah orang bisa dilihat dengan bintang dan crescent dan berbagai efek pencahayaan juga.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki beragam tradisi Ramadan. Di pulau Jawa, banyak orang Jawa yang mandi di mata air suci bersiap untuk berpuasa, sebuah ritual yang dikenal dengan Padusa. Kota Semarang menandai dimulainya Ramadan dengan karnaval Dugderan, yang melibatkan pengarakan ngendog Warak, makhluk hibrida kuda-naga yang diduga terinspirasi oleh Buraq. Di ibu kota Cina yang dipengaruhi Cina, kerupuk api secara tradisional digunakan untuk membangunkan orang-orang untuk salat Subuh,
sampai abad ke-19. Menjelang akhir Ramadan, sebagian besar karyawan
menerima bonus satu bulan yang dikenal dengan nama Tunjangan Hari Raya.
Beberapa jenis makanan sangat populer selama bulan Ramadan, seperti
daging sapi di Aceh, dan siput di Jawa Tengah. Makan iftar diumumkan setiap malam dengan memukul bedug, drum raksasa, di masjid.
Salam sejahtera selama bulan Ramadan adalah "Ramadan Mubarak" atau
"Ramadan Kareem", yang mengharapkan penerimanya diberkati atau bermurah
hati Ramadan. [54]
Kesehatan
Puasa Ramadan aman untuk orang sehat, tapi mereka yang memiliki kondisi medis harus mencari saran medis. [55] Masa puasa biasanya dikaitkan dengan penurunan berat badan yang sederhana, namun berat badan cenderung kembali setelahnya. [56]
Penyakit ginjal
Sebuah ulasan literatur oleh kelompok Iran menyarankan puasa selama bulan Ramadan dapat menyebabkan luka ginjal
pada pasien dengan penyakit sedang (GFR <60 ml / min) atau penyakit
ginjal yang lebih buruk, namun tidak membahayakan pasien transplantasi ginjal dengan fungsi baik atau paling banyak pembentukan batu.[57]
Denda untuk pelanggaran
Di beberapa negara Muslim, gagal berpuasa atau pertengkaran terbuka
terhadap perilaku semacam itu selama bulan Ramadan dianggap sebagai
kejahatan dan dituntut seperti itu. Misalnya, di Aljazair, pada bulan Oktober 2008 pengadilan Biskra mengutuk enam orang sampai empat tahun di penjara dan denda berat. [58]
Di Kuwait, menurut undang-undang nomor 44 tahun 1968, hukumannya adalah denda tidak lebih dari 100 dinar Kuwait,
atau penjara tidak lebih dari satu bulan, atau kedua hukuman, untuk
yang terlihat makan, minum atau merokok selama siang hari di bulan
Ramadan. [59][60] Di beberapa tempat di Uni Emirat Arab,
makan atau minum di depan umum pada siang hari di bulan Ramadan
dianggap sebagai pelanggaran ringan dan akan dihukum hingga 150 jam
pengabdian masyarakat. [61] Di negara tetangga Arab Saudi, yang digambarkan oleh The Economist saat mengambil bulan Ramadan "lebih serius daripada di tempat lain", [62] ada hukuman yang lebih keras, sedangkan di Malaysia, tidak ada hukuman semacam itu.
Di Mesir, penjualan alkohol dilarang selama bulan Ramadan. [63]
Pada tahun 2014 di Kermanshah, Iran,
seorang non-Muslim dihukum karena membakar sebatang rokok dan lima
orang Muslim dicambuk dengan 70 garis karena makan selama bulan Ramadan.
[64]
Masalah hukum lainnya
Beberapa negara memiliki undang-undang yang mengubah jadwal kerja selama bulan Ramadan. Di bawah Undang-Undang Tenaga Kerja Uni Emirat Arab, jam kerja maksimal adalah 6 jam per hari dan 36 jam per minggu. Qatar, Oman, Bahrain dan Kuwait memiliki undang-undang serupa. [65]
Bulan Ramadan di Indonesia dan negara dengan penduduk mayoritas Islam pada umumnya dapat dihubungkan dengan meningkatnya daya beli dan perilaku konsumtif masyarakat akan barang dan jasa. Di Indonesia sendiri hal ini terkait erat dengan kebiasaan pemerintah dan perusahaan swasta
untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pegawainya.
Peningkatan ini terjadi di hampir semua sektor dari transportasi,
makanan, minuman hingga kebutuhan rumah tangga. Sehingga tidak jarang tingkat inflasi pun mencapai titik tertinggi pada periode bulan ini.[66]
Fenomena ini secara kasat mata terlihat dengan menjamurnya para
pedagang musiman yang menjajakan berbagai komoditas mulai dari makanan
hingga pakaian, di ruang-ruang publik terutama di pinggir jalanan. Di
samping juga maraknya penyelenggaraan bazar baik yang disponsori oleh
pemerintah, swasta, organisasi tertentu maupun swadaya masyarakat.
Lain-lain
Pada bulan ini pada sebagian daerah di Indonesia, berkembang kebiasaan jalan-jalan sembari menunggu waktu berbuka, di Bandung kebiasaan ini dikenal dengan nama Ngabuburit, di Indramayu dikenal dengan nama Luru Sore
(Cari Sore), di (Cilegon) dikenal dengan istilah (Nyenyore) (Menunggu
Sore). Biasanya saat ini juga dimanfaatkan untuk membeli makanan dan
minuman untuk dipergunakan saat berbuka puasa.
Di Indonesia umumnya orang berbuka puasa dengan yang manis-manis,
padahal hidangan yang mengadung gula tinggi justru akan mengakibatkan
dampak yang buruk bagi kesehatan. Hal ini berasal dari kesimpulan yang
tergesa-gesa atas sebuah hadis bahwa Rasulullah berbuka puasa dengan
kurma. Karena kurma rasanya manis, maka muncul anggapan bahwa berbuka
(disunahkan) dengan yang manis-manis. Pada akhirnya kesimpulan ini
memunculkan budaya berbuka puasa yang keliru di tengah masyarakat.
Tingkat kejahatan
Korelasi Ramadan dengan tingkat kejahatan
beragam: beberapa statistik menunjukkan bahwa tingkat kejahatan turun
selama bulan Ramadan, sementara yang lain menunjukkan bahwa hal itu
meningkat. Penurunan tingkat kejahatan telah dilaporkan oleh polisi di beberapa kota di Turki (Istanbul[67] dan Konya[68]) dan Provinsi TimurArab Saudi. [69]
Sebuah studi tahun 2012 menunjukkan bahwa tingkat kejahatan menurun
pada Iranduring Ramadan, dan Penurunan tersebut secara statistik
signifikan. [70] Sebuah studi tahun 2005 menemukan bahwa ada penurunan penyerangan, perampokan
dan kejahatan terkait alkohol selama bulan Ramadan di Arab Saudi, namun
hanya penurunan kejahatan terkait alkohol secara statistik signifikan. [71] Peningkatan tingkat kejahatan selama bulan Ramadan telah dilaporkan terjadi di Turki, [72]Jakarta, [73][74][75] bagian dari Aljazair, [76]Yaman[77] dan Mesir.[78]
Berbagai mekanisme telah diusulkan untuk efek Ramadan tentang kejahatan:
Seorang ulama Iran berpendapat bahwa puasa selama bulan Ramadan
membuat orang cenderung melakukan kejahatan karena alasan spiritual. [79]
Gamal al-Banna berpendapat bahwa puasa dapat membuat orang stres, yang
dapat membuat mereka lebih cenderung melakukan kejahatan. Dia mengkritik
kaum Muslim yang melakukan kejahatan saat berpuasa selama bulan Ramadan
sebagai "palsu dan dangkal". [78]
Polisi di Arab Saudi menghubungkan penurunan tingkat kejahatan dengan "suasana spiritual yang lazim di negara ini". [69]
Di Jakarta, Indonesia, polisi Mengatakan bahwa lalu lintas lengang karena 7 juta orang meninggalkan kota untuk merayakan Idul Fitri menghasilkan peningkatan kejahatan jalanan. Akibatnya, polisi mengerahkan 7.500 personil tambahan. [75]
Selama bulan Ramadan, jutaan peziarah masuk ke Arab Saudi untuk mengunjungi Mekkah. Menurut Yaman Times,
peziarah semacam itu biasanya beramal, dan akibatnya penyelundup
mengantar anak-anak dari Yaman untuk mengemis di jalan-jalan di Arab
Saudi. [77]
Ramadan di daerah kutub
Panjang fajar sampai terbenam bervariasi di berbagai belahan dunia
sesuai dengan titik balik matahari musim panas atau musim dingin.
Kebanyakan Muslim berpuasa selama 11-16 jam selama bulan Ramadan. Namun,
di daerah kutub, periode antara fajar dan terbenam di Mekkah melebihi
22 jam di musim panas. Misalnya, pada tahun 2014, umat Islam di Reykjavik, Islandia, dan Trondheim, Norwegia, berpuasa hampir 22 jam, sementara umat Islam di Sydney, Australia,
berpuasa hanya sekitar 11 jam. Umat Muslim di daerah di mana malam
atau siang yang terus menerus diamati selama bulan Ramadan mengikuti jam
puasa di kota terdekat dimana puasa diamati saat fajar dan terbenam.
Sebagai alternatif, umat Islam mungkin mengikuti masa Mekkah. [80][81][82]
Pekerjaan selama bulan Ramadan
Muslim akan terus bekerja selama bulan Ramadan. Nabi Muhammad mengatakan bahwa penting untuk menjaga keseimbangan antara ibadah dan pekerjaan. Di beberapa negara Muslim, seperti Oman, bagaimanapun, jam kerja dipersingkat selama bulan Ramadan. [83][84]
Sering disarankan agar orang-orang Muslim yang bekerja menginformasikan
majikan mereka jika mereka berpuasa, mengingat potensi ketaatan untuk
mempengaruhi kinerja di tempat kerja. [85]
Sejauh mana pengamat Ramadan dilindungi oleh akomodasi religius
berbeda-beda di setiap negara. Kebijakan yang menempatkan mereka pada
posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan karyawan lainnya
telah dipenuhi dengan klaim diskriminasi di Inggris dan Amerika Serikat. [86][87][88]
Durasi waktu berpuasa
Waktu berpuasa ditentukan oleh masa terbit hingga terbenam, maka posisi matahari terhadap bumi berpengaruh dalam lama waktu seseorang menjalankan puasa. Sebagaimana negara-negara beriklim tropis di area khatulistiwa
yang memiliki durasi seimbang (sekitar 12 jam masa siang dan sekitar 12
masa malam), maka durasi berpuasa cenderung stabil dari tahun ke tahun.
Hal berbeda dialami oleh negara yang berada di belahan bumi utara dan
bumi selatan yang mengalami "perubahan ekstrem", yakni ketika musim
dingin lama waktu berpuasa menjadi lebih singkat (kurang dari 12 jam)
sedangkan ketika musim panas akan bertambah lama (lebih dari 12 jam).
Berikut ini adalah sampel data lama waktu berpuasa ketika di bumi belahan utara mengalami musim panas.
Perang Badar: 17 Ramadan 2 AH - Adalah pertempuran pertama yang dilakukan kaum Muslim setelah mereka bermigrasi (hijrah) ke Madinah melawan kaum Quraisy dari Mekkah. Pertempuran berakhir dengan kemenangan pihak Muslim yang berkekuatan 313 orang melawan sekitar 1000 orang dari Mekkah.
Pembunuhan atas Ali bin Abi Thalib: 21 Ramadan 40 H: Khulafaur Rasyidin keempat dan terakhir, dibunuh oleh seorang Khawarij
yang bernama Abdurrahman bin Muljam. Ia meninggal pada tanggal 23
Ramadan tahun itu juga. Kematiannya menandai berakhirnya sistem
kekhalifahan Islam, dan kemudian dimulai dengan sistem dinasti.