Tidak terasa perputaran waktu dalam tahun hijriah telah memasuki bulan ke delapan. Salah satu bulan yang diagungkan dan mempunyai kelebihan tersendiri dalam kalender Islam, yaitu bulan Sya’ban. Nabi Muhammad SAW bersabda :
شعبان شهرى ورمضان شهر الله وشعبان المطهر ورمضان المكفر[1] (الديلمى عن عائشة)
“Sya’ban
adalah bulanku, Ramadhan adalah bulan Allah. Sya’ban adalah bulan yang
menyucikan dan Ramadhan adalah bulan penghapusan dosa” (HR. Imam al-Dailami)Dinamakan dengan Sya’ban dikarenakan dalam bulan itu terpancar bercabang-cabang kebaikan yang banyak bagi bulan Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda :
عن أنس قال :قال رسول الله صلى الله عليه وسلم تدرون لم سمي شعبان شعبان لأنه يتشعب فيه لرمضان خير كثير[2]
“Tahukah
kalian mengapa bulan Sya’ban dinamakan dengan Sya’ban? Karena dalam
bulan Sya’ban bercabang-cabang kebaikan yang banyak bagi bulan Ramadhan”.Dalam pendapat lain, Ibnu Manzhur mengutip perkataan Tsa’lab yang mengatakan bahwa sebagian ulama berpendapat bulan tersebut dinamakan dengan Sya’ban karena ia sya’ab, artinya zhahir (menonjol) di antara dua bulan, yaitu bulan Rajab dan bulan Ramadhan.[3]
Telah menjadi suatu tradisi ketika memasuki bulan Sya’ban, masyarakat muslim di Indonesia mempersiapkan diri dalam upaya peningkatan amal ibadahnya, seolah-olah bulan Sya’ban menjadi fase pemanasan beribadah untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Mulai dari rutinitas puasa sunat semenjak awal Sya’ban hingga pelaksanaan shalat tasbih dan yasinan pada malam pertengahan bulan (nishfu Sya’ban).
Karena itu, pemahaman kembali pada tradisi yang tidak terlepas dari anjuran agama ini merupakan suatu keniscayaan. Dan, tentu saja menyikapinya pun harus secara arif dan bijaksana.
- PEMBAHASAN
BULAN SYA`BAN DAN KELEBIHANNYA
Bulan Sya’ban mengandung nilai keagungan yang tinggi dalam sistem penanggalan tahun Islam, baik dalam perputaran sejarah maupun esensi nilai ibadah yang terkandung di dalamnya. Indikasinya bisa kita telisik sedikit dari beberapa hal berikut ini :
- Dalam bulan Sya’ban (bertepatan hari Selasa pada 15 Sya’ban) Allah SWT memerintahkan perubahan kiblat dari Bait al-Muqaddis ke Ka’bah Baitullah.[4]
- Dalam bulan Sya’ban Allah SWT menurunkan ayat perintah bershalawat kepada Rasulullah SAW[5], yaitu :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَاالَّذِينَ آمَنُواصَلُّواعَلَيْهِ وَسَلِّمُواتَسْلِيمًا
“Sesungguhnya
Allah SWT dan malaikat-malaikat Nya bershalawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya”. (QS. al-Ahzab : 56)- Bulan Sya’ban adalah bulan dimana Nabi SAW paling banyak melakukan puasa. ‘Aisyah meriwayatkan :
كان
رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر ويفطر حتى نقول لا
يصوم وما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل صيام شهر قط إلا رمضان
وما رأيته في شهر أكثر منه صياما في شعبان[6]
“Adalah Rasulullah
SAW berpuasa sehingga kami mengatakan bahwa beliau tidak berbuka dan
beliau berbuka sehingga kami mengatakan bahwa beliau tidak berpuasa. Dan
tidak pernah sama sekali saya melihat Rasulullah SAW menyempurnakan
puasa sebulan kecuali Ramadhan dan tidak pernah saya melihat beliau
lebih banyak berpuasa dalam sebulan yang lebih banyak daripada bulan
Sya`ban”. (HR. Imam Muslim)- Bulan Sya’ban juga merupakan bulan diangkatnya amal manusia kepada Allah SWT. Nabi SAW bersabda :
عن
أسامة بن زيد قال : قلت يا رسول الله إني أراك تصوم في شهر ما لا أراك
تصوم في شهر، ما تصوم فيه؟ قال: أي شهر؟ قلت : شعبان قال: شعبان بين رجب
وشهر رمضان يغفل الناس عنه، ترفع فيه أعمال العباد، فأحب أن لا يرفع عملي
إلا وأنا صائم، قلت : أراك تصوم يوم الاثنين والخميس ولا تدعهما قال: إن
أعمال العباد ترفع فيهما فأحب أن لا يرفع عملي إلا وأنا صائم[7]
“Dari
Usamah bin Zaid, beliau berkata : Saya berkata : “Ya Rasulullah, saya
melihat engkau berpuasa dalam sebulan yang tidak saya lihat engkau
berpuasa seperti demikian dalam bulan yang lain”. Rasulullah SAW berkata
: “Bulan mana?” Saya berkata : “Bulan Sya`ban”. Rasul SAW menjawab :
“Bulan Sya`ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang banyak di
manusia lalai darinya. Dalam bulan Sya`ban di angkat amalan manusia,
maka aku cintai tidak di angkatkan amalanku kecuali sedangkan aku dalam
keadaan berpuasa”. Saya berkata: “Saya melihat engkau berpusa hari Senin
dan Kamis dan tidak engkau tinggalkan keduanya”. Rasul SAW menjawab :
“Sesungguhnya amalan hamba di angkat dalam kedua hari tersebut, maka aku
cintai tidak di angkatkan amalanku kecuali sedangkan aku dalam keadaan
berpuasa”. (HR. Imam al-Baihaqi)Dalam hadits ini Rasulullah SAW menerangkan bahwa banyak manusia yang lengah di bulan Sya’ban karena sibuk dan merasa cukup dengan dua bulan mulia yang mengapit bulan Sya’ban, yaitu bulan Rajab dan bulan Ramadhan. Melakukan ibadat pada waktu orang lain lalai, memiliki kelebihan tersendiri sebagaimana di terangkan oleh Imam Ibnu Hajar al-Haitami.[8]
- KEUTAMAAN NISHFU SYA’BAN DAN AMALAN DI DALAMNYA.
Kelompok yang pertama sekali membesarkan malam nishfu Sya’ban dengan rutinitas ibadah yang lebih banyak dibandingkan dengan malam-malam sebelumnya adalah para tabi’in dari negeri Syam seperti Imam Khalid bin Ma`dan, Imam Makhul, Imam Luqman bin ‘Amir dan lainnya. Sebagian dari mereka menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan berjamaah di mesjid dengan memakai pakaian yang bagus. Ketika hal ini menyebar, para ulama berbeda pendapat dalam menanggapinya. Sebagian ulama menerimanya seperti ulama negeri Bashrah dan lainnya, sedangkan sebagian ulama Mekkah seperti Imam ‘Atha` dan Imam Ibnu Abi Malikah serta fuqaha Madinah mengingkarinya. Imam Ishaq Rahawaih berpendapat bahwa hal tersebut bukanlah bid’ah sedangkan Imam Auza’i menganggap makruh menghidupkannya secara berjamaah tetapi tidak makruh secara sendiri. [10]
Malam nishfu sya’ban dapat dikategorikan sebagai salah satu malam yang baik untuk beribadat dan berdoa dikarenakan keumuman dalil dimana setiap malam ada satu saat yang mustajabah doa.
Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ
جَابِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ إِنَّ فِي اللَّيْلِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ
يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ
لَيْلَةٍ[11]
Dari Jabir, beliau berkata : “Saya mendengar
Rasulullah SAW berkata bahwa dalam setiap malam terdapat satu waktu yang
tidak ada hamba muslim berbetulan dengan nya dimana ia meminta kebaikan
kepada Allah SWT melainkan Allah SWT mengabulkan permintaannya, dan hal
tersebut pada setiap malam”. (HR. Imam Muslim)Selain itu, banyak juga dalil-dalil khusus yang menunjuki kelebihan malam nishfu Sya’ban walaupun sebagian hadits tersebut dha’if, namun sebagiannya juga dianggap shahih oleh Imam Ibnu Hibban[12] dan sebagian lainnya dikuatkan dengan adanya periwayatan pada thariq-thariq yang lain yang berfungsi sebagai muttabi’ dan syawahid sehingga beberapa hadits tersebut naik derajatnya menjadi hasan. Lagipula, hadits dha’if boleh diamalkan untuk fadhail-a’mal dengan catatan tidak terlalu dha’if. Bahkan Imam al-Ramli mengatakan bahwa Imam al-Nawawi dalam beberapa karangan beliau menceritakan tentang adanya ijma’ ulama tentang kebolehan beramal dengan hadits dha’if pada permasalahan fadhail-a’mal (keutamaan beramal).[13] Selanjutnya, Imam Husain Muhammad ‘Ali Makhlul al-‘Adawy mengatakan bahwa hadits-hadits tentang kelebihan malam nishfu Sya’ban serta kelebihan menghidupkan malam tersebut merupakan hadits yang boleh di amalkan pada fadhail-a’mal.[14]
Diantara dalil-dalil khusus tersebut antara lain :
- Hadits riwayat Imam al-Thabrani dan Imam Ibnu Hibban :
يطلع الله إلى جميع خلقه ليلة النصف من شعبان ويغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن[15](رواه الطبراني وابن حبان في صحيحه)
“Allah
SWT memandang sekalian makhluk-Nya pada malam nishfu Sya’ban dan Allah
SWT mengampuni sekalian makhluknya kecuali yang musyrik dan yang
memiliki dendam”.- Hadits riwayat Imam Ibnu Majah :
عن
علي عن النبي صلى الله عليه وسلم إذا كان ليلة نصف شعبان فقوموا ليلها
وصوموا نهارها فإن الله تعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى السماء الدنيا
فيقول: ألا مستغفر فأغفر له ألا مسترزق فأرزقه ألا مبتلي فأعافيه ألا كذا
ألا كذا حتى يطلع الفجر[16]
“Apabila tiba malam nishfu Sya’ban
maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya,
karena (rahmat) Allah SWT akan turun ke langit dunia pada saat tersebut
sejak terbenam matahari dan Allah SWT berfirman : “Adakah ada orang yang
meminta ampun, maka akan Aku ampunkan, adakah yang meminta rezeki, maka
akan Ku berikan rezeki untuknya, adakah orang yang terkena musibah maka
akan Aku lindungi, adakah sedemikian, adakah sedemikian, hingga terbit
fajar”.- Hadits riwayat ‘Aisyah:
عن
عائشة رضي الله عنها قالت فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو
بالبقيع رافعا رأسه إلى السماء فقال: أكنت تخافين أن يحيف الله عليك ورسوله
فقلت يا رسول الله ظننت أنك أتيت بعض نسائك فقال: إن الله تبارك وتعالى
ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم
كلب[17]
“Berkatalah ‘Aisyah :”Saya kehilangan Rasulullah SAW,
tiba-tiba beliau berada di Baqi’ sambil mengangkat kepala ke langit”.
Beliau berkata: “Apakah engkau takut engkau dizalimi oleh Allah dan
Rasul-Nya?” Saya menjawab: “Ya Rasulullah, saya menyangka engkau
mendatangi sebagian istri engkau”. Beliau berkata : “Sesungguhnya Allah
Yang Maha Suci dan Maha Tinggi turun pada malam nishfu Sya’ban ke langit
dunia, maka Allah SWT mengampunkannya lebih banyak dari bulu domba Bani
Kalab”. (HR. Imam Ahmad)- Hadits riwayat Imam al-Baihaqi :
هل
تدرين ما في هذه الليلة؟ قالت: ما فيها يا رسول الله؟ فقال: فيها أن يكتب
كل مولود من بني آدم في هذه السنة، وفيها أن يكتب كل هالك من بني آدم في
هذه السنة، وفيها ترفع أعمالهم، وفيها تنزل أرزاقهم…[18]
“Rasululah
berkata :”Adakah kamu ketahui kejadian pada malam ini?” ‘Aisyah
menjawab :”Apa yang terjadi pada malam ini, ya Rasulullah?” Beliau
menjawab :”Pada malam ini dituliskan semua anak yang akan lahir pada
tahun ini dari keturunan Adam, pada malam ini dituliskan semua orang
yang akan mati pada tahun ini, pada malam ini diangkat amalan manusia
dan pada malam ini diturunkan rezeki mereka…”.Selanjutnya, para ulama juga berkomentar tentang kelebihan malam nishfu Sya’ban, diantaranya adalah :
- Riwayat yang menceritakan bahwa ‘Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada pegawai beliau di Bashrah:
عليك بأربع ليال من السنة فإن الله يفرغ فيهن الرحمة إفراغا أول ليلة من رجب وليلة النصف من شعبان وليلة الفطر وليلة الأضحى[19]
“Lazimkanlah
empat malam dalam setahun karena sesungguhnya Allah memenuhi padanya
dengan rahmat Nya, yaitu awal malam dari Rajab, malam nishfu Sya’ban,
malam ‘idul-fithri, malam ‘idul-adha”. - Imam al-Syafi’i mengatakan:
بلغنا
أنه كان يقال إن الدعاء يستجاب في خمس ليال في ليلة الجمعة وليلة الأضحى
وليلة الفطر وأول ليلة من رجب وليلة النصف من شعبان[20]
“Telah sampai riwayat kepada kami bahwa dikatakan do`a dikabulkan pada lima malam, yaitu pada malam Jum`at, malam hari raya adha, malam hari raya fithri, awal malam bulan Rajab dan malam nishfu Sya`ban”.- Imam il-Taqi al-Subki mengatakan:
أن احياء ليلة النصف من شعبان يكفر ذنوب السنة وليلة جمعة تكفر ذنوب الأسبوع وليلة القدر تكفر ذنوب العمر[21]
“Menghidupkan
malam nishfu Sya’ban diampunkan dosa setahun, menghidupkan malam Jum’at
diampunkan dosa seminggu dan menghidupkan malam Qadar di ampunkan dosa
seumur hidup”.Dan masih banyak lagi keterangan para ulama tentang kelebihan malam nishfu Sya’ban, bahkan Ibnu Taimiyah sekalipun mengakui kelebihan beramal dan berkumpul untuk beribadat pada malam nishfu Sya’ban walaupun terdapat beberapa hadits maudhu’ tentang hal tersebut.[22]
Nama-nama malam Nishfu Sya'ban
Dalam menunjuki kemuliaan malam nishfu Sya’ban, para ulama menyebutkan beberapa nama bagi malam tersebut sebagaimana perkataan sebagian ulama:
كثرة الاسماء تدل على شرف المسمى
“Banyak nama menunjuki kemulian zatnya”.Imam Ahmad bin Isma’il bin Yusuf al-Thaliqani menyebutkan nama-nama malam nishfu Sya’ban hingga mencapai 22 nama, di antaranya :[23]
- Lailatul-Barakah artinya malam keberkahan (bertambah).
- Lailatul-Qasamah Wa Takdir, karena Allah SWT menunaikan satu urusan yang besar pada malam tersebut.
- Lailatul-Takfir (malam penghapusan) karena malam tersebut menghapus dosa.
- Lailatul-Ijabah (malam pengabulan doa) karena riwayat dari Ibnu ‘Umar bahwa malam tersebut do’a hamba tidak ditolak oleh Allah SWT.
- Lailatul-Hayyat (malam kehidupan) karena hadits riwayat Ishaq bahwa malaikat maut pada malam tersebut tidak mencabut nyawa seseorang antara Maghrib dan ‘Isya karena ia menerima buku amalan dari Allah SWT. Pendapat yang lain mengatakan karena Allah SWT tidak akan mematikan hati orang-orang yang menghidupkan malam tersebut.
- Lailatul-‘Idil-Malaikat (malam hari raya malaikat) karena malaikat juga memiliki dua malam hari raya seperti umat Islam memiliki dua hari raya ;‘idul-fithri dan ‘idhul-adha. Kedua hari raya malaikat tersebut adalah malam nishfu Sya’ban dan malam Qadar sebagaimana telah disebutkan oleh Imam ‘Abdullah Thahir bin Muhammad bin Ahmad Al-Haddad dalam kitabnya, ‘Uyun al-Majalis.
- Lailatul-Syafa’ah (malam syafaat) karena diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa ketika Rasul SAW shalat pada malam tersebut, turunlah malaikat Jibril dan berkata pada Rasulullah SAW: “Allah SWT telah membebaskan setengah dari ummat engkau dari api neraka”.
- Lailatul-Bara-ah (malam kelepasan) karena pada malam tersebut Allah SWT menuliskan kelepasan orang mukmin dari api neraka.
- Lailatul-Jaizah (malam ganjaran) karena Allah SWT memerintahkan kepada surga untuk berhias bagi orang beriman sebagai balasan amal mereka.
11. Lailatul-al-‘Itqi Min al-Nar (malam kemerdekaan dari api neraka) karena pada malam tersebut Allah SWT memerdekakan banyak hamba-Nya dari api neraka.
12. Lailatul-Rujhan (malam keunggulan).
13. Lailatu- Ta’zhim (malam keagungan).
14. Lailatul-Qadar (malam ketentuan).
15. Lailatul-Ghufran (malam pengampunan).
16. Lailatul-Rahmat (malam rahmat).
17. Lailatul-Shak (malam buku catatan).
18. Dan lain-lain.
Kemudian, dalam hal serangkaian ibadah yang dikerjakan pada malam nishfu Sya’ban, Imam Ibnu Rajab al-Hanbali meriwayatkan :
كان المسلمون إذا دخل شعبان انكبوا على المصاحف فقرؤها وأخرجوا زكاة أموالهم تقوية للضعيف والمسكين على صيام رمضان[24]
“Adalah
umat muslim bila memasuki bulan Sya’ban mereka menekuni mushaf
(al-Qur`an), mereka membacanya, mengeluarkan zakat harta mereka untuk
menguatkan orang-orang yang lemah dan miskin untuk berpuasa dalam bulan
Ramadhan”.
قال سلمة بن كهيل: كان يقال شهر شعبان شهر القراء وكان حبيب بن أبي ثابت إذا دخل شعبان قال: هذا شهر القراء[25]
“Salmah
bin Kuhail berkata :“Bulan Sya’ban disebutkan sebagai bulan qura`
(pembaca al-Qur`an) dan adalah Habib bin Abi Tsabit bila masuk bulan
Sya’ban beliau berkata :”Ini adalah bulan para pembaca al-Qur`an”.
كان عمرو بن قيس الملائي إذا دخل شعبان أغلق حانوته وتفرغ لقراءة القرآن[26]
“Adalah
Amr bin Qais al-Mula-i ketika masuk bulan Sya’ban, ia mengunci pintu
tokonya dan mencurahkan waktunya untuk membaca al-Qur`an”.Imam al-Ramli pernah ditanyakan tentang puasa nishfu Sya`ban dan haditsnya :
(
سئل ) عن صوم منتصف شعبان كما رواه ابن ماجه عن النبي صلى الله عليه وسلم
أنه قال { إذا كانت ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها } هل
هو مستحب أو لا وهل الحديث صحيح أو لا وإن كان ضعيفا فمن ضعفه ؟( فأجاب )
بأنه يسن صوم نصف شعبان بل يسن صوم ثالث عشره ورابع عشره وخامس عشره
والحديث المذكور يحتج به[27]
“Ditanyakan tentang puasa nishfu
Sya`ban sebagaimana diriwayatkan dalam hadits riwayat Ibnu Majah dari
Nabi SAW beliau berkata :”Apabila datang malam nishfu Sya`ban maka
berdirilah pada malamnya dan berpuasalah pada harinya”. Apakah puasa
tersebut sunat atau tidak? Dan apakah hadits tersebut shahih atau tidak?
Dan jika dhaif, maka siapa yang mendhaifkannya?” Maka beliau
menjawab :”Disunatkan puasa pada nishfu Sya`ban bahkan disunatkan
berpuasa hari ke 13, 14, dan 15. Sedangkan hadits tersebut bisa
dijadikan hujjah”.Imam al-Fasyani berkesimpulan :
والحاصل
أن إحياء ليلة النصف مستحب لما ورد فيه من الأحاديث ويكون ذلك بالصلاة
بغير تعيين عدد مخصوص وبقراءة القرآن فرادى وبذكر الله تعالى والدعاء
والتسبيح والصلاة على النبي صلّى الله عليه وسلّم جماعة وفرادى وبقراءة
الأحاديث وسماعه وعقد الدروس والمجالس للتفسير وشرح الأحاديث والكلام على
فضائل هذه الليلة وحضور تلك المجالس وسماعها وغير ذلك من العبادات[28]
“Dan
kesimpulannya bahwa menghidupkan malam nishfu Sya’ban disunatkan karena
adanya beberapa hadits. Menghidupkan malam nishfu Sya’ban dapat
dilakukan dengan shalat dengan tiada penentuan bilangan rakaat secara
khusus, membaca al-Qur`an secara sendiri, berzikir, berdoa, bertasbih,
bershalawat kepada Nabi secara sendiri dan berjamaah, pembacaan hadits,
mendengarkannya, mengadakan pengajaran dan majelis bagi tafsir dan
penjelasan hadits dan membicarakan kelebihan malam ini, menghadiri dan
mendengarkan majlis tersebut dan amalan ibadah yang lain”.Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa malam nishfu Sya’ban juga merupakan malam penuh rahmat, maka sudah sepatutnya kita bertaubat dan menjauhi kemaksiatan dalam malam tersebut, terlebih lagi ada beberapa riwayat yang menyebutkan pengecualian terhadap beberapa pelaku kemaksiatan yang bertobat sehingga mendapatkan keampunan pada malam tersebut.[29]
Beberapa amalan-amalan shalih yang dapat dilakukan pada malam nishfu Sya’ban sebagaimana di terangkan oleh para ulama-ulama, antara lain :
- Shalat sunat tasbih.
- Shalat sunat awwabin.
Amalan ini masyhur disebutkan dalam kitab-kitab ulama sufi muta-akhirin, walaupun beliau belum menemukan dalil yang shahih dari hadits untuk amalan tersebut. Namun, amalan tersebut merupakan amalan yang diamalkan oleh para guru-guru Imam al-Zabidi pada masa itu.[32]
Imam Muhammad Zaki Ibrahim memberikan keterangan tentang shalat tersebut :
أمَّا
ما تعوده النَّاس من صلاة ست ركعات أحياناً بين المغرب والعشاء ، فقد وردت
عدة أحاديث ثابتة في سنية هذه الركعات الست ، فإذا توسل العبد إلى الله
بهن في رجاء جلب المنافع ودفع المضار ، فهو متوسل إليه تعالى بعمل صالح لا
اعتراض عليه ، كما أنها تكون في الوقت نفسه نوعاً من صلاة الحاجة المتفق
على صحتها بين جميع أهل القبلة ، وهي في الأصل تسمى صلاة الأوَّابين[33]
“Adapun
perbuatan yang biasa di lakukan manusia berupa shalat enam rakaat pada
beberapa waktu di antara Maghrib dan ‘Isya, maka sungguh terdapat
beberapa hadits tentang kesunnahan shalat enam rakaat ini. Maka apabila
hamba bertawasul kepada Allah SWT dengan shalat tersebut untuk
mengharapkan mendapat manfaat dan dijauhkan mudharat, maka tawasul ini
adalah tawasul kepada Allah SWT dengan amalan shalih yang tidak ada
pertentangan tentangnya. Sebagaimana halnya shalat tersebut merupakan
bagian dari shalat hajat dalam waktu tersendiri yang disepakati
keshahihannya oleh sekalian ulama. Pada dasarnya, shalat enam rakaat
tersebut dinamakan shalat Awwabin”.- Membaca surat Yasin sebanyak 3x setelah shalat Maghrib dan berdoa setelahnya.
بسم الله الرحمن الرحيم وصَلَّى الله عَلىَ سَيِّدِنَا محمدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلَا يُمَنُّ عَلَيْهِ يَا ذَا اْلجَلَالِ
وَاْلِإكْرَامِ يَا ذَا الطَّوْلِ وَلْإِنْعَامِ لَا إِلهِ إِلاَّ أَنْتَ
ظَهَرَ اللاَّجِيْنَ، وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ، وَأَمَانَ
الْخَائِفِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِيْ عِنْدَكَ فِي أُمِّ
الْكِتَابِ شَقِيًّا أَوْ مَحرُوْمًا أَوْ مَطْرُوْدًا أَوْ مُقْتَرًّا
عَلَيَّ فِي الرِّزْقِ فَامْحُ اللَّهُمَّ بِفَضْلِكَ شَقَاوَتِي
وَحِرْمَانِيْ وَطَرْدِيْ وَإِقْتَارَ رِزْقِـيْ، وَأَثْبِتْنِيْ عِنْدَكَ
فِي أُمِّ الْكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ،
فَإِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحقُّ فِي كِتَابِكَ الْمُنَزَّلِ، عَلَى
لِسَانِ نَبِيِّكَ الْمُرْسَلِ، يَمْحُوْ اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ
وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ، إِلِهيْ بِالتَّجَلِّي اْلأَعْظَمِ فِي
لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمِ اَلَّتِي يُفرَقُ فِيْهَا
كُلُّ أَمْرٍ حَكِيْمٍ وَيُبْرَمُ. أَسْأَلُكَ أَنْ تَكْشِفَ عَنَّا مِنَ
الْبَلَاءِ مَا نَعْلمُ وَمَا لَا نَعْلَمُ، وَمَا أَنْتَ بِهِ أَعْلَمُ،
إِنَكَ أَنْتَ الأَعَزُّ الْأَكْرَمُ، وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
[35]Imam al-Dairabi dalam kitabnya, al-Mujarrabat, menyebutkan bahwa salah satu keistimewaan surat Yasin adalah barangsiapa membaca surat Yasin sebanyak 3x dengan niat sebagaimana tersebut sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan membaca doa nishfu Sya’ban seperti yang telah tertera tersebut, akan tetapi sebelum membaca doa tersebut, terlebih dahulu membaca doa berikut ini, dimana kumpulan kedua doa ini dibaca sebanyak 10x, maka tercapailah hajatnya[36] :
إِلَهِيْ
جُوْدُكَ دَلَّنِيْ عَلَيْكَ، وَإِحْسَانُكَ قَرَّبَنِيْ إِلَيْكَ،
أَشْكُوْ إِلَيْكَ مَا لَا يَخْفَى عَلَيْكَ، وَأَسْأَلُكَ مَا لَا
يَعْسُرُ عَلَيْكَ، إِذْ عِلْمُكَ بِحَالِيْ يَكْفِيْ عَنْ سُؤَالِيْ، يَا
مُفَرِّجَ كَرْبِ الْمَكْرُوْبِيْنَ فَرِّجْ عَنِّيْ مَا أَنَا فِيْهِ، لَا
إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنْ الظَّالِيْمِنِ،
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْناَهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي
الْمُؤْمِنِيْنَ[37]
Imam Sayyid Hasan bin Quthb ‘Abdullah bin Ba’alawi al-Haddad menambahkan doa berikut ini setelah pembacaan surat Yasin dengan niat seperti tersebut dan setelah doa nishfu Sya’ban yang masyhur yang telah disebutkan sebelumnya[38] :
اَللّهُمَّ
اجْعَلْنِي مِنْ أَعْظَمِ عِبَادِكَ حَظًّا وَنَصِيْبًا فِي كُلِّ شَيْءٍ
قَسَمْتَهُ فِي هذِهِ اللَّيْلَةِ مِنْ نُوْرٍ تَهْدِي بِهِ، أَوْ رَحْمَةٍ
تَنْشُرُهَا، أَوْ رِزْقٍ تَبْسُطُهُ، أَوْ فَضْلٍ تَقْسِمُهُ عَلَى
عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِيْنَ، يَا اللهُ، يَا اللهُ، لَا إِلهَ إِلَّا
أَنْتَ. اَللّهُمَّ هَبْ لِي قَلْبًا تَقِيًّا نَقِــيًّا، مِنَ الشِّرْكِ
بَرِيًّا، لَا كَافِرًا وَلَا شَقِيًّا، وَقَلْبًا سَلِيْمًا خَاشِعًا
ضَارِعًا. اَللّهُمَّ امْلَأْ قَلْبِي بِنُوْرِكَ وَأَنْوَارِ
مُشَاهَدَتِكَ، وَجَمَالِكَ وَكَمَالِكَ وَمَحَبَّتِكَ، وَعِصْمَتِكَ
وَقُدْرَتِكَ وَعِلْمِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ
تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلَّمَ[39]
Lebih panjangnya, doa tersebut dilanjutkan seperti berikut ini : [40]
اَللّهُمَّ
اجْعَلْنِي مِنْ أَعْظَمِ عِبَادِكَ حَظًّا وَنَصِيْبًا فِي كُلِّ شَيْءٍ
قَسَمْتَهُ فِي هذِهِ اللَّيْلَةِ مِنْ نُوْرٍ تَهْدِي بِهِ، أَوْ رَحْمَةٍ
تَنْشُرُهَا، أَوْ رِزْقٍ تَبْسُطُهُ، أَوْ فَضْلٍ تَقْسِمُهُ عَلَى
عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِيْنَ، يَا اللهُ، يَا اللهُ، لَا إِلهَ إِلَّا
أَنْتَ. اَللّهُمَّ هَبْ لِي قَلْبًا تَقِيًّا نَقِــيًّا، مِنَ الشِّرْكِ
بَرِيًّا، لَا كَافِرًا وَلَا شَقِيًّا، وَقَلْبًا سَلِيْمًا خَاشِعًا
ضَارِعًا. اَللّهُمَّ امْلَأْ قَلْبِي بِنُوْرِكَ وَأَنْوَارِ
مُشَاهَدَتِكَ، وَجَمَالِكَ وَكَمَالِكَ وَمَحَبَّتِكَ، وَعِصْمَتِكَ
وَقُدْرَتِكَ وَعِلْمِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ
تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلَّمَ[1]
Lebih panjangnya, doa tersebut dilanjutkan seperti berikut ini : [2]
إِلَهِي
تَعَرَّضَ إِلَيْكَ فِي هذِهِ اللَّيْلَةِ الْمُتَعَرِّضُوْنَ، وَقَصَدَكَ
وَأَمَلَ مَعْرُوْفَكَ وَفَضْلَكَ الطَّالِبُوْنَ، وَرَغَبَ إِلَى
جُوْدِكَ وَكَرَمِكَ الرَّاغِبُوْن،َ وَلَكَ فِي هذِهِ اللَّيْلَةِ
نُفَحَاتٌ، وعَطَايَا وَجَوَائِزُ وَمَوَاهِبُ
إِلَهِي
تَعَرَّضَ إِلَيْكَ فِي هذِهِ اللَّيْلَةِ الْمُتَعَرِّضُوْنَ، وَقَصَدَكَ
وَأَمَلَ مَعْرُوْفَكَ وَفَضْلَكَ الطَّالِبُوْنَ، وَرَغَبَ إِلَى
جُوْدِكَ وَكَرَمِكَ الرَّاغِبُوْن،َ وَلَكَ فِي هذِهِ اللَّيْلَةِ
نُفَحَاتٌ، وعَطَايَا وَجَوَائِزُ وَمَوَاهِبُ وَهَبَّاتٌ، تَمُنُّ بِهَا
عَلَى مَنْ تَشَاءُ مِنْ عِبَادِكَ وَتَخُصُّ بِهَا مَنْ أَحْبَبْتَهُ مِنْ
خَلْقِكَ، وَتَمْــنَعُ وَتَحْرُمُ مَنْ لَمْ تَسْبِق لَهُ الْعِنَايَةُ
مِنْكَ، فَأَسْأَلُكَ يَا اللهُ بِأَحَبِّ الأَسْمَاءِ إِلَيْكَ،
وَأَكْرَمِ الأَنْبِيَاءِ عَلَيْكَ، أَنْ تَجْعَلَنِي مِمَّنْ سَبَقَتْ
لَهُ مِنْكَ العِنَايَةُ، وَاجْعَلْنِي مِنْ أَوْفَرِ عِبَادِكَ وَاجْزُلْ
خَلْقَكَ حَظًّا وَنَصِيْبًا وَقَسَمًا وَهِبَةً وَعَطِيَّةً فِي كُلِّ
خَيْرٍ تَقْسِمُهُ فِي هذِهِ اللَّيْلَةِ أَوْ فِيْمَا بَعْدَهَا مِنْ
نُوْرٍ تَهْدِي أَوْ رَحْمَةٍ تَنْشُرُهَا، أَوْ رِزْقٍ تَبْسُطُهُ أَوْ
ضَرٍّ تَكْشِفُهُ أَوْ ذَنْبٍ تَغْفِرُهُ أَوْ شِدَّةٍ تَدْفَعُهَا أَوْ
فِتْنَةٍ تَصْرِفُهَا أَوْ بَلَاءٍ تَرْفَعُهُ، أَوْ مُعَافَاةٍ تَمُنُّ
بِهَا أَوْ عَدُوٍّ تَكْفِيْهِ فَاكْفِنِي كُلَّ شَرٍّ وَوَفِّقْنِي
اَللّهُمَّ لِمَكَارِمِ الأَخْلَاقِ وَارْزُقْنِي العَافِيَةَ وَالبَرَكَةَ
وَالسَّعَةَ فِي الأَرْزَاقِ وَسَلِّمْنِي مِنَ الرِّجْزِ وَالشِّرْكِ
وَالنِّفَاقِ
اَللّهُمَّ
إِنَّ لَكَ نَسَمَاتِ لَطَفٍ إِذَا هَبَّتْ عَلَى مَرِيْضِ غَفْلَةٍ
شَفَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ نُفَحَاتِ عَطَفٍ إِذَا تَوَجَّهَتْ إِلَى أَسِيْرِ
هَوًى أَطْلَقَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ عِنَايَاتِ إِذَا لَاحَظَتْ غَرِيْقًا
فِي بَحْرِ ضَلَالَةٍ أَنْقَذَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ سَعَادَاتِ إِذَا
أَخَذَتْ بِيَدِ شَقِيٍّ أَسْعَدَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ لَطَائِفَ كَرَمٍ
إِذَا ضَاقَتِ الحِيْلَةُ لِمُذْنِبٍ وَسَعَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ فَضَائِلَ
وَنِعَمًا إِذَا تَحَوَّلَتْ إِلَى فَاسِدٍ أَصْلَحَتْهُ، وَإِنَّ لَكَ
نَظَرَاتِ رَحْمَةٍ إِذَا نَظَرَتْ بِهَا إِلَى غَافِلٍ أَيْقَظَتْهُ،
فَهَبْ لِيَ اللّهُمَّ مِنْ لُطْفِكَ الْخَفِيِّ نَسَمَةً تَشْفِي مَرْضَ
غَفْلَتِي، وَانْفَحْنِي مِنْ عَطْفِكَ الوَفِي نَفْحَةً طَيِّبَةً
تُطْلِقُ بِهَا أَسِرِي مِنْ وَثَاقِ شَهْوَتِيْ، وَالْحَظْنِي
وَاحْفَظْنِي بِعَيْنِ عِنَايَتِكَ مُلَاحَظَةً تُنْقِذُنِي بِهَا
وَتُنْجِيْنِي بِهَا مِنْ بَحْرِ الضَّلاَلَةِ, وَآتِنِي مِنْ لَدُنْكَ
رَحْمَةً فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، تُبَدِّلُنِي بِهَا سَعَادَةً مِنْ
شَقَاوَةٍ وَاسْمَعْ دُعَائِي، وَعَجِّلْ إِجَابَتِي، وَاقْضِ حَاجَتِي
وَعَافِنِي، وَهَبْ لِي مِنْ كَرَمِكَ وَجُوْدِكَ الْوَاسِعِ مَا
تَرْزُقُنِي بِهِ الْإِنَابَةَ إِلَيْكَ مَعَ صِدْقِ اللُّجَاءِ وَقَبُوْلِ
الدُّعَاِء، وَأَهِّلْنِي لِقَرْعِ بَابِكَ لِلدُّعَاءِ يَا جَوَّادُ،
حَتَّى يَتَّصِلَ قَلْبِي بِمَا عِنْدَكَ، وَتُبَلِّغَنِي بِهَا إِلَى
قَصْدِكَ يَا خَيْرَ مَقْصُوْدٍ، وَأَكْرَمَ مَعْبُوْدٍ اِبْتِهَالِي
وَتَضَرُّعِي فِي طَلَبِ مَعُوْنَتِكَ وَأَتَّخِذُكَ يَا إِلهِيْ مَفْزَعًا
وَمَلْجَأً أَرْفَعُ إِلَيْكَ حَاجَتِي وَمَطَالِبِي وَشَكَوَايَ،
وَأُبْدِي إِلَيْكَ ضَرِّي، وَأُفَوِّضُ إِلَيْكَ أَمْرِي وَمُنَاجَاتِي،
وَأَعْتَمِدُ عَلَيْكَ فِي جَمِيْعِ أُمُوْرِي وَحَالَاتِي
اَللَّهُمَّ إِنِّي وَهذِهِ اللَّيْلَةَ خَلْقٌ مِنْ خَلْقِكَ فَلَا
تَبْلُنِي فِيْهَا وَلَا بَعْدَهَا بِسُوْءٍ وَلَا مَكْرُوْهٍ، وَلَا
تُقَدِّرْ عَلَيَّ فِيْهَا مَعْصِيَّةً وَلَا زِلَّةً، وَلَا تُثْبِتْ
عَلَيَّ فِيْهَا ذَنْبًا، وَلَا تَبْلُنِي فِيْهَا إِلَّا بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ، وَلَا تُزَيِّنْ لِي جَرَاءَةً عَلَى مَحَارِمِكَ وَلَا
رُكُوْنًا إِلَى مَعْصِيَتِكَ، وَلَا مَيْلاً إِلَى مُخَالَفَتِكَ، وَلَا
تَرْكًا لِطَاعَتِكَ، وَلَا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّكَ، وَلَا شَكًّا فِي
رِزْقِكَ، فَأَسْأَلُكَ اَللّهُمَّ نَظْرَةً مِنْ نَظَرَاتِكَ وَرَحْمَةً
مِنْ رَحْمَاتِكَ، وَعَطِيَّةً مِنْ عَطِيَّاتِكَ اللَّطِيْفَةِ،
وَارْزُقْنِي مِنْ فَضْلِكَ، وَاكْفِنِي شَرَّ خَلْقِكَ، وَاحْفَظْ عَلَيَّ
دِيْنَ الْإِسْلَامِ، وَانْظُرْ إِلَيْنَا بِعَيْنِكَ الَّتِي لَا
تَنَامُ، وَآتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(x3
إِلهِيْ
بِالتَّجَلِّي الأَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
الشَّهْرِ الأَكْرَمِ، الَّتِي يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ أَمْرٍ حَكِيْمٍ
وَيُبْرَمُ، اِكْشِفْ عَنَّا مِنَ الْبَلَاءِ مَا نَعْلَمُ وَمَا لَا
نَعْلَمُ، وَاغْفِرْ لَنَا مَا أَنْتَ بِهِ أَعْلَمُ
(x3
اَللّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ
مَا تَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُ مِنْ كُلِّ مَا تَعْلَمُ، إِنَّكَ أَنْتَ
عَلَّامُ الْغُيُوْبِ. اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَاَ
تَعْلَمُ وَمَا لَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا أَعْلَمُ وَمَا لَا
أَعْلَمُ. اَللّهُمَّ إِنَّ الْعِلْمَ عِنْدَكَ وَهُوَ عَنَّا مَحْجُوْبٌ،
وَلَا نَعْلَمُ أَمْرًا نَخْتَارُهُ لِأَنْفُسِنَا، وَقَدْ فَوَّضْنَا
إِلَيْكَ أُمُوْرَنَا، وَرَفَعْنَا إِلَيْكَ حَاجاَتِنَا وَرَجَوْنَاكَ
لِفَاقَاتِنَا وَفَقْرِنَا، فَاَرْشِدْنَا يَا اللهُ، وَثَبِّتْنَا
وَوَفِّقْنَا إِلَى أَحَبِّ الْأُمُوْرِ إِلَيْكَ وَأَحْمَدِهَا لَدَيْكَ،
فَإِنَّكَ تَحْكُمُ بِمَا تَشَاءُ وَتَفْعَلُ مَا تُرِيْدُ، وَأَنْتَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
الْعَلِيِّ الْعَظَيْمِ
سُبْحَانَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلَامٌ عَلَى
الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ
تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
- Berdoa.
اَللّهُمَّ
إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي، اَللّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ العَفْوَ وَالْعَافِيَةَ وَالْمُعَافَاةَ الدَّائِمَةَ
فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَالآخِرَةِ[43]
Doa lain yang juga bagus untuk dibaca pada malam nishfu Sya’ban adalah doa Nabi Adam ketika beliau thawaf di Ka’bah setelah diturunkan ke bumi[44]:
اَللّهُمَّ
إِنَّكَ تَعْلَمُ سِرِّي وَعَلاَنِيَتِي فَاقْبَلْ مَعْذِرَتِي،
وَتَعْلَمُ حَاجَتِي فَاعْطِنِي سُؤْلِي وَتَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي
فَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي. اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيْمَانًا يُبَاشِرُ
قَلْبِي، وَيَقِيْنًا صَادِقًا حَتَّى أَعْلَمَ أَنَّهُ لَا يَصِيْبُنِي
إِلَّا مَا كَتَبْتَ لِي، وَرَضِّنِي بِقَضَائِكَ[45]
Setelah Nabi Adam membaca doa ini, Allah SWT mengampunkan kesalahan Nabi Adam dan Allah SWT berfirman bahwa siapa saja keturunan Nabi Adam yang membaca doa ini, maka ia akan diampunkan dosanya dan dihilangkan kesusahannya. [46]
Dalam kitab Safinat al-’Ulum, terdapat doa nishfu Sya’ban yang dibaca oleh Imam ‘Abdul Qadir al-Jailani[47], yaitu:
اَللّهُمَّ
إِذْ أَطْلَعْتَ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شِعْبَانَ عَلَى خَلْقِكَ،
فَعِدَّ عَلَيْنَا بِمَنِّكَ وَعِتْقِكَ، وَقَدِّرْ لَنَا مِنْ فَضْلِكَ
وَاسِعَ رِزْقِكَ، وَاجْعَلْنَا مِمَّنْ يَقُوْمُ لَكَ فِيْهَا بِبَعْضِ
حَقِّكَ. اَللّهُمَّ مَنْ قَضَيْتَ فِيْهَا بِوَفَاتِهِ فَاقْضِ مَعَ ذلِكَ
لَهُ رَحْمَتَكَ، وَمَنْ قَدَّرْتَ طَوْلَ حَيَاتِهِ فَاجْعَلْ لَهُ مَعَ
ذلِكَ نِعْمَتَكَ، وَبَلِّغْنَا مَا لَا تَبْلُغُ الآمَالُ إِلَيْهِ، يَا
خَيْرَ مَنْ وَقَفَتِ الْأَقْدَامُ بَيْنَ يَدَيْهِ يَا رَبَّ
العَالَمِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ
تَعَالَى عَلَى سَيْدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ خَلْقِهِ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ[48]
- Membaca kalimat tahlil, yaitu :
لَا إِلهَ إَلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ[49]
Sebagian ulama menyebutkan, barangsiapa membaca zikir tersebut sebanyak kandungan hurufnya yaitu 2375, niscaya ia akan aman dari marabahaya pada tahun tersebut.[50]
- Membaca surat al-Dukhan.
- Memperbanyak shalawat.[52]
Amalan lainnya pada malam nishfu Sya’ban adalah shalat sebanyak seratus rakaat, setiap dua rakaat satu kali salam, dan setiap selesai surat al-Fatihah dibaca surat al-Ikhlash 11 kali. Ataupun melakukan shalat sebanyak 11 rakaat. Setiap selesai membaca al-Fatihah, dibaca surat al-Ikhlash 100x. Shalat seperti ini disebutkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya-u ‘Ulum al-Din.[53] Pernyataan Imam al-Ghazali ini diikuti juga oleh Imam Ibnu Shalah pada akhir fatwanya walaupun fatwa tersebut ditolak oleh Imam al-Subki.[54]
Sebagian besar ulama lainnya berpendapat bahwa shalat tersebut merupakan bid’ah mungkar dan hadits-haditsnya merupakan hadits maudhu’ sebagaimana diterangkan oleh Imam al-Nawawi[55] dan diikuti pula oleh para ulama lain seperti Imam Ibnu Hajar al-Haitami[56], Imam il-Taqi al-Subki [57], Imam al-Ramli[58] dan lainnya.
Dalam menyikapi pertentangan antara para ulama besar ini, tidak ada salahnya bila kita bersedia menyimak dan merenungkan perkataan Imam Sulaiman al-Kurdy :
واختلف العلماء فيها،
فمنهم من قال لها طرق إذا اجتمعت وصل الحديث إلى حد يعلم به في فضائل
الأعمال. ومنهم من حكم على حديثها بالوضع ومنهم النووي وتبعه الشارح في
كتبه [59]
“Para ulama berbeda pendapat tentang shalat
tersebut, sebagian mereka berpendapat bahwa hadits tersebut memiliki
thariq yang bila dikumpulkan, mencapai derajat fadhail-a’mal. Sedangkan
sebagian yang lain menghukumi hadist tersebut sebagai hadits maudhu’.
Diantara yang berpendapat demikian adalah Imam al-Nawawi dan diikuti
oleh pensyarihnya dalam kitab-kitabnya”.Selanjutnya, salah satu hal yang dilarang dalam bulan Sya’ban adalah berpuasa setelah nishfu Sya’ban (16 Sya’ban hingga seterusnya). Rasulullah SAW bersabda:
إذا انتصف شعبان فلا تصوموا[60]
“Apabila telah masuk pertengahan nishfu Sya’ban, maka jangan engkau berpuasa”. (HR. Imam Abu Daud)Pengecualian larangan berpuasa ini hanya berlaku apabila puasa tersebut disambung dengan hari sebelumnya (15 Sya’ban), berpuasa karena adanya sebab yang lain seperti qadha puasa ataupun bertepatan dengan kebiasaannya berpuasa pada hari-hari biasa.
KESIMPULAN
Beranjak dari uraian sebelumnya, dapatlah kita ketahui bahwa menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan serangkaian ibadah yang telah disebutkan sebelumnya -sebagaimana tradisi yang berkembang dalam masyarakat muslim di negeri ini- adalah perilaku dari para ulama terdahulu yang tentu saja tidak bertentangan sama sekali dengan anjuran Syari’at bahkan terdapat keutamaan dan pahala yang besar di dalamnya.
PENUTUP
Keistimewaan dan kemuliaan malam nishfu Sya’ban tidak boleh berlalu begitu saja. Karena itu, marilah kita mempergunakan waktu sebaik-baiknya untuk melakukan ibadah sebanyak dan sebaik mungkin, terlebih lagi malam nishfu Sya’ban hanya datang setahun sekali, dimana boleh jadi kita tidak dapat bertemu dengannya lagi di tahun depan sehingga umur kita tidak terlewati dengan sia-sia.
مَن عوّد نفسه فيه بالاجتهاد ، فاز في رمضان بحسن الاعتيادالسيد [محمد بن السيد علوي المالكي الحسني في رسالته شهر شعبان ماذا فيه ]
“Barangsiapa
membiasakan diri beribadah di bulan Sya’ban dengan bersungguh-sungguh,
maka ia akan memperoleh kemenangan dalam bulan Ramadhan dengan melakukan
kebiasaan-kebiasaan baik”. (Sayyid Muhammad bin Sayyid ‘Alwi al-Maliki al-Hasani dalam risalahnya, Fi Syahr Sya’ban Madza Fih).Demikianlah uraian singkat ini. Semoga bermanfaat.
Samalanga, LPI MUDI Mesjid Raya, Aceh
KEPUSTAKAAN
al-Hindi, ‘Alauddin ‘Ali bin Hisam al-Din, Kanz al-‘Umal Fi Sunan al-Aqwal Wa al-Af’al, Juz. 12 cet. V (t.tp: Muassasah al-Risalah, 1981 M).
Ibnu Manzhur, Muhammad bin Mukrim, Lisan al-‘Arab, Juz. I, cet. I (Beirut: Dar Shadir).
al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur`an, Q.S al-Baqarah : 142, Juz. II (t.tp: tp, tt).
al-Naisaburi, Muslim bin al-Hujaj, al-Jami’ al-Shahih al-Musamma Shahih Muslim, Juz. III (Beirut: Dar al-Jail dan Dar al-Afaq al-Jadidat, tt).
al-Baihaqi, Abubakar Ahmad bin al-Husain, Sya’b al-Iman, Juz. III, cet. I (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1410 H).
al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Ittihaf Ahl al-Islam Bi Khushushiyat al-Shiyam, cet. I (Beirut: al-Muassasah al-Kutub, 1990 M).
al-Fasyani, Ahmad bin Hijazi, Tuhfat al-Ikhwan Fi Qiraat al-Mi`ad Fi Rajab Wa Sya’ban, cet. II (Mesir: al-Kastaliyah, 1297 H).
Ibnu Rajab, Ahmad bin Rajab, Lathaif al-Ma’arif Fi Ma Li al-Mawasim al-‘Am Min al-Wazhaif, cet. V (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1999 M).
al-Ramli, Ahmad bin Hamzah, Fatawa al-Ramli, Juz. IV (Beirut: Dar Fikr, 1983 M).
al-‘Adawi, Husain Muhammad ‘Ali Makhlul, al-Kalimat al-Hasan Fi Fadha-i al-Lailah Nishf Sya’ban, (t.tp: tp, tt).
al-Tamimi, Muhammad bin Hibban, Shahih Ibn Hibban Bi Tartib Ibn Balban, Juz. XII, cet. II (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993 M).
Ibnu Majah, Muhammad bin Yazid, Sunan Ibn Majah, Juz. I (Beirut: Dar al-Fikr, tt).
al-Hanbal, Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Juz ke-43, cet. II (t.tp: Muassasah al-Risalah. 1999 M).
al-Baihaqi, Abubakar Ahmad bin al-Husain, Fadha-i al-Auqat Li al-Baihaqi, cet. I (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1997 M).
al-Syafi’i, Muhammad bin Idris, al-Umm, Juz. I, cet. I (Beirut: Dar al-Fikr, 2009).
al-Zabidi, Muhammad bin Muhammad, Ittihaf al-Sadat al-Muttaqin Bi Syarh Ihya-i ‘Ulum al-Din, Juz. III, cet. III (Beirut: Dar al-Fikr, 2005).
Ibnu Taimiyah, Ahmad bin ‘Abd al-Halim, Iqtidha-u al-Sirath al-Mustaqim Li Mukhalafat Ashhab al-Jahim, Juz. II (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, tt).
al-Shawi, Ahmad al-Shawi al-Maliki, Hasyiah al-Shawy `Ala Tafsir Jalalain, Juz. IV (Beirut: Dar al-Fikr, tt).
al-Luban, Muhammad bin Muhammad, Baqat al-Raihan Fi Ma Yata’allaq Bi Lailat al-Nishf Min Sya’ban, (t.tp: tp, tt).
Muhammad Zaki Ibrahim, Lailat an-Nishf Min Sya’ban Fi Mizan al-Inshaf al-‘Ilmi Wa Samahah al-Islam, (t.tp: tp, tt).
Abdul Hamid bin Muhammad ‘Ali, Kanz al-Najah Wa al-Surur Fi al-Ad’iyyah Allati Tasyruh al-Shudur, (t.tp: t.p, tt).
al-Zarqani, Muhammad al-Zarqani bin ‘Abd al-Baqi, Syarh al-’Alamah al-Zarqani ‘Ala al-Mawahib al-Laduniyyah Bi al-Mihah al-Muhammadiyyah Li al-‘Alamah al-Qusthalani, Juz. IX (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1996 M).
al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Fatawa Kubra Fiqhiyyah, Juz. II (Beirut: Dar al-Fikr, 1983 M).
al-Nawawi, Yahya bin Syaraf, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, Juz. V (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 2008).
al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Tuhfat al-Muhtaj Bi Syarh al-Minhaj, Juz. II (Beirut: Dar al-Fikr, 2009).
al-Ramli, Ahmad bin Hamzah, Nihayat al-Muhtaj Ila Syarh al-Minhaj, juz. II, (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 2003).
Sulaiman al-Kurdy, Hawasyi al-Madaniyyah, Juz. I (t.tp: al-Haramain, tt).
Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy’ats, Sunan Abi Daud, Juz. I (Beirut: Dar al-Fikr, tt).
Sayyid Muhammad bin Sayyid ‘Alwi al-Maliki al-Hasani, Fi Syahr Sya’ban Madza Fih, (t.tp: tp, tt) t.hal.
[1]al-Hindi, ‘Alauddin ‘Ali bin Hisam al-Din, Kanz al-‘Umal Fi Sunan al-Aqwal Wa al-Af’al, Juz. 12 cet. V (t.tp: Muassasah al-Risalah, 1981 M) hal. 579.
[2]Ibid, Juz. 8, hal. 591.
[3]Ibnu Manzhur, Muhammad bin Mukrim, Lisan al-‘Arab, Juz. I, cet. I (Beirut: Dar Shadir) hal. 501.
[4]al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad, al-Jami’ Li Ahkam al-Qur`an, Q.S al-Baqarah : 142, Juz. II (t.tp: tp, tt), hal. 144.
[5]al-Zarqani, Ahmad bin Muhammad, Syarh al-Zarqani ‘Ala al-Mawahib al-Laduniyah Bi al-Minah al-Muhammadiyyah, Juz. IX, cet. I (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996 M) hal. 165.
[6]al-Naisaburi, Muslim bin al-Hujaj, al-Jami’ al-Shahih al-Musamma Shahih Muslim, Juz. III (Beirut: Dar al-Jail dan Dar al-Afaq al-Jadidat, tt) hal. 160.
[7]al-Baihaqi, Abubakar Ahmad bin al-Husain, Sya’b al-Iman, Juz. III, cet. I (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1410 H) hal. 377.
[8]al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Ittihaf Ahl al-Islam Bi Khushushiyat al-Shiyam, cet. I (Beirut: al-Muassasah al-Kutub, 1990 M) hal. 360-361.
[9]al-Fasyani, Ahmad bin Hijazi, Tuhfat al-Ikhwan Fi Qiraat al-Mi`ad Fi Rajab Wa Sya’ban, cet. II (Mesir: al-Kastaliyah, 1297 H) hal. 60.
[10]al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Ittihaf Ahl..., hal 367.
[11]al-Naisaburi, Muslim bin al-Hujaj, al-Jami’ al-Shahih…, Juz. II, hal. 175.
[12]Ibnu Rajab, Ahmad bin Rajab, Lathaif al-Ma’arif Fi Ma Li al-Mawasim al-‘Am Min al-Wazhaif, cet. V (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1999 M) hal. 261.
[13]al-Ramli, Ahmad bin Hamzah, Fatawa al-Ramli, Juz. IV (Beirut: Dar Fikr, 1983 M) hal 383.
[14]al-‘Adawi, Husain Muhammad ‘Ali Makhlul, al-Kalimat al-Hasan Fi Fadha-i al-Lailah Nishf Sya’ban, (t.tp: tp, tt) hal. 6.
[15]al-Tamimi, Muhammad bin Hibban, Shahih Ibn Hibban Bi Tartib Ibn Balban, Juz. XII, cet. II (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993 M) hal. 481
[16]Ibnu Majah, Muhammad bin Yazid, Sunan Ibn Majah, Juz. I (Beirut: Dar al-Fikr, tt) hal. 444.
[17]al-Hanbal, Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Juz ke-43, cet. II (t.tp: Muassasah al-Risalah. 1999 M) hal. 146.
[18]al-Baihaqi, Abubakar Ahmad bin al-Husain, Fadha-i al-Auqat Li al-Baihaqi, cet. I (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1997 M) hal. 32.
[19]al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Ittihaf Ahl…, hal 376.
[20]al-Syafi’i, Muhammad bin Idris, al-Umm, Juz. I, cet. I (Beirut: Dar al-Fikr, 2009) hal. 254.
[21]al-Zabidi, Muhammad bin Muhammad, Ittihaf al-Sadat al-Muttaqin Bi Syarh Ihya-I ‘Ulum al-Din, Juz. III, cet. III (Beirut: Dar al-Fikr, 2005) hal. 708.
[22]Ibnu Taimiyah, Ahmad bin ‘Abd al-Halim, Iqtidha-u al-Sirath al-Mustaqim Li Mukhalafat Ashhab al-Jahim, Juz. II (Riyadh: Maktabah al-Rusyd, tt) hal 126.
[23]al-Shawi, Ahmad al-Shawi al-Maliki, Hasyiah al-Shawy `Ala Tafsir Jalalain, Juz. IV (Beirut: Dar al-Fikr, tt) hal. 76 ; al-Fasyani, Ahmad bin Hijazi, Tuhfat al-Ikhwan…, hal 60-62 ; al-Luban, Muhammad bin Muhammad, Baqat al-Raihan Fi Ma Yata’allaq Bi Lailat al-Nishf Min Sya’ban, (t.tp: tp, tt) hal 4-6.
[24]Ibnu Rajab, Ahmad bin Rajab, Lathaif al-Ma’arif…, hal. 258.
[25]Ibid.
[26] Ibid, hal. 259.
[27]al-Ramli, Ahmad bin Hamzah, Fatawa…, Juz. II, hal 89.
[28]al-Fasyani, Ahmad bin Hijazi, Tuhfat al-Ikhwan… hal 65.
[29]Ibnu Rajab, Ahmad bin Rajab, Lathaif al-Ma’arif…, hal. 265.
[30]al-Fasyani, Ahmad bin Hijazi, Tuhfat al-Ikhwan…, hal 66.
[31]al-Zabidi, Muhammad bin Muhammad, Ittihaf al-Sadat…, hal. 708.
[32]Ibid.
[33]Muhammad Zaki Ibrahim, Lailat an-Nishf Min Sya’ban Fi Mizan al-Inshaf al-‘Ilmi Wa Samahah al-Islam, (t.tp: tp, tt) t.hal.
[34]Abdul Hamid bin Muhammad ‘Ali, Kanz al-Najah Wa al-Surur Fi al-Ad’iyyah Allati Tasyruh al-Shudur, (t.tp: t.p, tt) hal. 47-48.
[35]Ibid, hal. 48.
[36]Ibid.
[37] Ibid., hal. 49.
[38]Ibid., hal. 50.
[39]Ibid., hal. 51.
[40]Ibid., hal. 52-54.
[41]Ibid.,
[42]Ibid., hal. 46.
[43]Ibid.
[44]Ibid.
[45]Ibid., hal. 47.
[46]Ibid.
[47]Ibid., hal. 49.
[48]Ibid.
[49]Ibid., hal. 55.
[50]Ibid.
[51]Ibid.
[52]al-Zarqani, Muhammad al-Zarqani bin ‘Abd al-Baqi, Syarh al-’Alamah al-Zarqani ‘Ala al-Mawahib al-Laduniyyah Bi al-Mihah al-Muhammadiyyah Li al-‘Alamah al-Qusthalani, Juz. IX (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1996 M) hal. 165.
[53]al-Zabidi, Muhammad bin Muhammad, Ittihaf al-Sadat…, hal. 704.
[54]al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Fatawa Kubra Fiqhiyyah, Juz. II (Beirut: Dar al-Fikr, 1983 M) hal. 80.
[55]al-Nawawi, Yahya bin Syaraf, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, Juz. V (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 2008) hal. 65.
[56]al-Haitami, Ahmad bin Hajar, Tuhfat al-Muhtaj Bi Syarh al-Minhaj, Juz. II (Beirut: Dar al-Fikr, 2009) hal. 261.
[57]al-Zabidi, Muhammad bin Muhammad, Ittihaf al-Sadat…, hal 707.
[58]al-Ramli, Ahmad bin Hamzah, Nihayat al-Muhtaj Ila Syarh al-Minhaj, juz. II, (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 2003) hal. 124.
[59]Sulaiman al-Kurdy, Hawasyi al-Madaniyyah, Juz. I (t.tp: al-Haramain, tt) hal. 331.
[60]Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy’ats, Sunan Abi Daud, Juz. I (Beirut: Dar al-Fikr, tt) hal. 713.
Kami adalah situs agen judi online yang merupakan agen poker & agen domino online uang asli terbesar dan terpercaya di Indonesia. Kami hadir dengan sistem program terbaik yang menjamin keamanan data para member dan server canggih berkecepatan tinggi yang menjamin permainan cepat dan lancar tanpa macet. (PIN BBM : 7AC8D76B)
BalasHapus