HANYA berjarak sekitar tiga kilometer dari Alun-alun Cisaat, lokasi
Gunung Sunda yang berada di Kampung Jambelaer, Desa Padaasih, Kecamatan
Cisaat, Kabupaten Sukabumi, dalam setahun terakhir semakin ramai
diperbincangkan warga lokal sebagai objek wisata kekinian.
Di media sosial, netizen pun terus berisik. Selain ada yang sekadar
berbagi cerita dan mengunggah foto, banyak pula yang menyarankan
sejawatnya untuk segera berkunjung ke lokasi yang mulai mendapat
perhatian dari pemerintah daerah ini.
Gunung Sunda memang belum semasyhur Gunung Gede. Bahkan, jika diukur
dari ketinggiannya, Gunung Sunda pun rasanya kurang tepat untuk disebut
gunung. Tingginya diperkirakan tak lebih dari 600 meter di atas
permukaan laut, terpaut jauh dengan ketinggian Gunung Gede yang mencapai
2.815 mdpl. Namun, penamaan Gunung Sunda rupanya sudah kadung melekat
di benak warga Sukabumi dan wisatawan daerah lain ketimbang sebutan
Bukit Sunda.
Dengan menggunakan sepeda motor melalui jalan lintas selatan dari
arah Kota Sukabumi, perjalanan lancar menuju lokasi hanya ditempuh 30
menit. Sesampainya di lokasi, puluhan motor sudah berjejer di area
parkir yang berjarak sekitar 800 meter dari puncak gunung. Setelah
melewati jalan setapak yang cukup membuat napas ngos-ngosan, 15 menit
kemudian panorama Kota/Kabupaten Sukabumi terlihat jelas dari puncak
gunung.
”Saya sudah tiga kali datang ke sini, yang pertama datang pagi karena
mengejar sunrise, yang kedua datang sore pengen lihat sunset dan
berkemah di sini. Kalau malam pemandangan lampu kota Sukabumi bagus
banget. Udaranya juga dingin. Sekarang, saya datang siang dan ternyata
sangat panas. Lebih bagus datang pagi atau sore kalau mau lihat
pemandangan,” ujar seorang pengunjung, Yosef Taryawan (25).
Siang itu, sekitar pukul 13.00, cuaca di puncak gunung memang sedang
terik.Saking panasnya, beberapa pengunjung memilih duduk-duduk santai
sambil bercengkerama di saung dan warung yang dibangun warga desa.
Namun, tak sedikit pula yang tetap antusias untuk berfoto-foto di atas
jejeran batu kuarsa. ”Makanan dan minuman di sini juga murah. Kopi hanya
Rp 3.000, bakso juga cuma Rp 10.000. Standar lah, tidak mahal,” kata
Yosef.
Puncak Gunung Sunda memang tak seluas alun-alun Suryakencana yang ada
di Gunung Gede. Gunung Sunda juga belum seterkenal Pantai Palabuhanratu
atau Karanghawu yang sudah menjadi ikon Kabupaten Sukabumi. Namun, jika
dikelola dengan baik, dengan mengandalkan keindahan citylight, sunset,
dan sunrise, Gunung Sunda tak menutup kemungkinan bisa menyaingi
kemasyhuran Bukit Moko di Bandung.
”Kalau ke pantai sudah bosan,” ujar Yosef.
Warga Desa Padaasih, Rudi Sulaeman (30) menuturkan, dalam setahun
terakhir jumlah pengunjung ke Gunung Sunda meningkat drastis terutama
pada akhir pekan. Menurut dia, sebutan Gunung Sunda bukanlah nama yang
disematkan warga lokal. ”Kalau kami di sini, sejak dari kecil
menyebutnya Gunung Kerud. Nggak tahu sekarang jadi disebut Gunung Sunda.
Buat penduduk desa, dari dulu gunung ini sebagai sumber air,” ujarnya.
Menurut dia, luas gunung tersebut sekitar 130 hektare. Selain
dipenuhi jejeran batu kuarsa, Gunung Sunda juga masih rimbun dengan
pepohonan, terutama bambu. ”Warga desa memang sangat menjaga pohon
bambu. Pohon itu untuk menopang tanah agar terhindar dari longsor. Pohon
bambu juga penting sebagai penyerap air hujan. Makanya, pengunjung pun
kami harapkan tak merusak tumbuhan yang ada,” katanya.
Semakin sore pengunjung yang datang semakin banyak. Sorotan sinar
matahari yang mulai redup membuat suasana di puncak menjadi riuh.
Beberapa tenda pun mulai terpasang di sepanjang pinggiran jalan setapak
yang saya lewati untuk menuju pulang.
0 komentar:
Posting Komentar